Liputan6.com, Kabul - Pejabat kepala pemilihan Afghanistan mengatakan jajak pendapat akan tetap terbuka selama satu jam ekstra hingga pukul 17.00 waktu setempat.
Hawa Alim Nuristani, ketua Komisi Pemilihan Umum Independen, mengatakan bahwa pada hari Sabtu para pejabat menginginkan orang-orang yang masih menunggu dalam antrean kesempatan "untuk memberikan suara mereka."
Advertisement
"Komisi memperkirakan sekitar 4.500 pusat pemungutan suara terbuka di seluruh negeri, meskipun ada kekhawatiran atas keamanan dan pemilihan yang tidak teratur," kata Hawa Alim Nuristani, seperti dikutip dari Associated Press, Sabtu (28/9/2019).
Ancaman kekerasan dari gerilyawan Taliban telah mengguncang Afghanistan saat mereka mengadakan pemilihan presiden, beberapa minggu setelah proses perdamaian yang dipimpin AS buntu.
Pada pukul 12.30 malam waktu setempat, seorang pejabat provinsi di utara Afghanistan mengatakan gerilyawan yang menembakkan mortir ke Kota Kunduz berusaha menghentikan pemungutan suara dalam pemilihan nasional tersebut.
Ghulam Rabani Rabani, seorang anggota dewan untuk Provinsi Kunduz, mengatakan bahwa Taliban juga menyerang pasukan keamanan Afghanistan di dua lokasi di luar kota. Ada baku tembak.
"Ada korban sipil, tetapi tidak dapat segera memberikan jumlahnya karena jaringan telekomunikasi terganggu atau bahkan kadang-kadang terputus," demikian konfirmasi Ghulam Rabani Rabani.
Rabbani mengatakan serangan itu untuk "menakut-nakuti orang dan memaksa mereka untuk tinggal di rumah mereka dan tidak berpartisipasi dalam pemilihan." Dia menambahkan bahwa jumlah pemilih di Kunduz kemungkinan akan rendah dengan ancaman kekerasan lebih lanjut yang begitu tinggi.
15 Orang Terluka
Daily Mail melaporkan bahwa sebuah ledakan bom terjadi di luar masjid yang digunakan sebagai tempat pemungutan suara (TPS) di Afghanistan. 15 orang dilaporkan terluka, menurut seorang dokter.
Seorang perwira polisi dan beberapa petugas pemilihan terkena ledakan, tiga di antaranya dalam kondisi kritis di sebuah rumah sakit di Kandahar.
Meningkatnya kekerasan dalam menjelang pemilihan presiden Afghanistan telah mengguncang negara dalam beberapa pekan terakhir setelah runtuhnya pembicaraan AS dengan Taliban untuk mengakhiri perang terpanjang Amerika.
Pesaing utama adalah Presiden Ashraf Ghani dan rekannya pemimpin eksekutif Abdullah Abdullah, yang telah menuduh penyalahgunaan kekuasaan oleh lawannya.
Saat ini banyak pemilih menyatakan rasa takut dan frustrasi yang sama atas korupsi pemerintah yang tiada henti dan kekacauan yang meluas di tempat pemungutan suara.
Puluhan ribu polisi, pejabat intelijen dan personil Tentara Nasional Afghanistan telah dikerahkan di seluruh negeri untuk melindungi 4.942 pusat pemilu.
Pihak berwenang mengatakan 431 pusat pemungutan suara akan tetap ditutup karena tidak mungkin untuk menjamin keamanan mereka karena mereka berada di daerah di bawah kendali Taliban atau di mana pemberontak dapat mengancam desa-desa terdekat.
Advertisement