Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Bidang Advokasi AJI Indonesia, Sasmito Madrin, menolak pernyataan kepolisian yang menyebut kartu identitas jurnalisterlalu kecil sehingga polisi yang bertugas sulit membedakan pers dengan demonstran. Ini terkait dengan kekerasan terhadap jurnalis yang meliput demo mahasiswa di Makassar beberapa hari lalu.
Menurut dia, pernyataan polisi itu tidak tepat dan hanya alasan belaka.
Advertisement
"Di video teman (jurnalis) dari Kompas itu jelas sekali sudah menunjukkan ID persnya, terus dia sudah menyampaikan jurnalis dalam bekerja dilindungi oleh Undang-Undang Pers. Jadi saya pikir alasan seperti itu kurang tepat lah," ujar Sasmito di CFD Bundaran HI, Minggu (29/9/2019).
Sasmito menduga tindakan kekerasan terhadap wartawan lantaran aparat kepolisian tidak paham SOP jurnalis dalam bekerja. Padahal, lanjut dia, antara kepolisian dan Dewan Pers sudah ada perjanjian tertulis atau MoU.
"Karena itu kami mendorong MoU polisi dengan Dewan Pers ini ditingkatkan jadi peraturan Kapolri. Jadi kalau ada polisi yang melanggar bisa langsung diberi sanksi oleh Kapolri," kata Sasmito soal kekerasan terhadap jurnalis saat meliput demo mahasiswa di Makassar.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kata Polri
Sebelumnya, polisi menyebut ID pers yang digunakan wartawan terlalu kecil, sehingga menyulitkan polisi yang bertugas membedakan wartawan dengan pendemo. Pernyataan ini disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Pol Dedi Prasetyo.
Dedi lantas menyarankan agar jurnalis menggunakan rompi bertuliskan PERS besar di bagian depan.
"Teman media yang meliput harus cermat, di mana tempat yang aman. Aman dari massa dan aparat. Kejadian selama ini terjadi saya lihat rekan media di depan gabung massa. Kemudian identitas kecil, enggak kelihatan dari jauh kalau pers, meskipun ngomong pers," kata Dedi.
Advertisement