9 Hak yang Perlu Diketahui Pekerja Kantoran

Apakah Anda pekerja kantoran? Belum tahu hak apa saja yang seharusnya diperoleh? Yuk, simak penjelasan berikut ini

oleh Fitriana Monica Sari diperbarui 01 Okt 2019, 06:00 WIB
Persaingan dunia kerja yang semakin ketat mengharuskan Anda untuk memiliki kemampuan lebih.

Liputan6.com, Jakarta Sebagai pekerja, Anda juga memiliki beberapa hak yang diatur dalam undang-undang. Di Indonesia, pemerintah menjamin hak-hak pekerja untuk kesejahteraan hidup mereka.

Hak pekerja diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang tersebut berisi hal-hal tentang pekerjaan mulai dari penetapan waktu atau jam kerja hingga hak lainnya.

Lalu, apakah Anda pekerja kantoran? Belum tahu hak apa saja yang seharusnya diperoleh? Yuk, simak penjelasan berikut ini, seperti dikutip dari Cermati.com.

1. Hak Memperoleh Gaji yang Sesuai

Bekerja tentu salah satu tujuan utamanya untuk mencari uang. Pemberian upah kepada pekerja sudah ada dalam peraturan perundang-undangan.

Besaran gaji para pekerja diatur pada pasal 89 ayat 1 yang menerangkan jumlah upah minimum. Upah minimum yang diperoleh pekerja disesuaikan dengan provinsi, kabupaten/kota atau sektor tempat mereka bekerja.

Setiap daerah memiliki jumlah upah yang berbeda-beda. Upah minimum ini yang disebut dengan UMP (Upah Minimum Provinsi).

Upah minimum ditetapkan setahun sekali oleh gubernur atas rekomendasi dari dewan pengupahan Provinsi atau bupati/walikota. Masing-masing provinsi memiliki ketentuan yang berbeda.

Biasanya jika di kota besar maka upah minimum juga akan lebih besar. Hal ini tentu berkaitan dengan biaya hidup di kota besar yang cenderung lebih mahal daripada di kota kecil.

Sebagai contoh, upah minimum DKI Jakarta pada tahun 2019 adalah Rp 3.940.973. Nominal ini naik 8,03 persen dari UMP tahun sebelumnya. Berbeda dengan DKI Jakarta, UMP Kota Palembang sebesar Rp 2.917,260. Nominal yang lebih sedikit karena Palembang sendiri merupakan kota yang lebih kecil secara perekonomian dibandingkan Jakarta. 

Namanya upah minimum maka harus menjadi acuan pemberian upah. Oleh karena itu, pengusaha memberikan gaji kepada pekerjanya minimal sesuai dengan angka yang ditetapkan peraturan masing-masing daerah. 


2. Berhak Mendapat Upah Tambahan Saat Lembur

Ilustraasi foto Liputan 6

Pekerja memiliki batasan waktu yang juga diatur dalam undang-undang. Apabila dalam bekerja mereka melebihi batas yang ada dalam peraturan, maka berhak mendapatkan upah tambahan.

Upah tambahan ini merupakan upah untuk menghargai kerja lembur. Batas kerja diatur pada pasal 77 ayat 2.

Sedangkan jika pengusaha yang mempekerjakan karyawannya melebihi jam kerja, maka wajib membayar upah lembur diatur pada pasal 78 ayat 2.

3. Hak untuk Menjalankan Ibadah

Indonesia merupakan negara dengan jumlah agama yang cukup beragam. Hal ini tentu membuat aktivitas peribadatan yang berbeda pula antar pekerjanya. Pada pasal 80 UU Ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa pekerja mendapatkan hak beribadah sesuai agama masing-masing.


4. Hak Mendapatkan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Perusahaan yang tidak menyediakan BPJS Ketenagakerjaan untuk para karyawannya siap-siap kena denda Rp1 miliar. (Ilustrasi: Liputan6/M.Iqbal)

Setiap pekerja berhak mendapatkan jaminan sosial berupa kecelakaan kerja, kematian, jaminan hari tua, dan kesehatan. Hak ini tertulis pada UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pasal 99.

5. Hak Mendapatkan Libur

Para pekerja juga manusia biasa. Mereka berhak memiliki kehidupan yang seimbang antara waktu bekerja dan untuk beristirahat maupun berlibur. Undang-undang telah mengatur hak pekerja untuk libur pada pasal 79 ayat 2, yaitu:

- Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.

- Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.


6. Hak Mendapatkan Cuti Tahunan

Berkah Ramadan, PNS Cuti Bersama Idul Fitri Lebih Awal. (Ilustrasi: thomascooperlaw.com)

Masih sama seperti di ketentuan UU Ketenagakerjaan pasal 79 ayat 2, pekerja juga memiliki hak untuk mendapatkan cuti tahunan, yakni:

- Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.

Di luar hak cuti, pekerja tidak wajib bekerja. Jika bekerja di luar hak libur, maka pengusaha membayar upah lembur seperti tertera dalam pasal 85 ayat 3.

7. Hak untuk Istirahat

Begitu juga dengan hak untuk istirahat, ketentuan ini diatur dalam pasal yang sama yakni pasal 79 ayat 2, yang berisi:

- Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.


8. Hak Berorganisasi atau Jadi Anggota Serikat

Ilustrasi teman - sahabat - rekan kerja (iStockphoto)

Setiap pekerja/buruh berhak menjadi anggota serikat buruh. Pengusaha tidak boleh menghalangi para pekerja untuk berorganisasi. Hak ini tertulis pada pasal 104 ayat 1 Undang-undang Ketenagakerjaan.

Serikat yang didirikan bersifat demokratis, terbuka, mandiri dengan bertujuan memperjuangkan kesejahteraan buruh dan keluarganya. Berkenaan dengan serikat buruh tertera pada Undang-undang No. 21 Tahun 2000.

9. Hak Menyusui, Cuti Haid, Melahirkan, dan Keguguran

Pekerja di sebuah kantor maupun perusahaan tentu memiliki banyak pekerja wanita. Mereka sebagaimana wanita lain membutuhkan perlakuan khusus untuk tetap seimbang dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.

Negara telah mengatur hak-hak yang seharusnya diperoleh wanita, yaitu:

- Pasal 83 mengatur tentang hak wanita untuk menyusui.

- Pasal 81 ayat 1 mengatur tentang cuti haid yang diberikan kepada pekerja wanita apabila mengalami sakit saat hari pertama dan kedua, maka tidak wajib untuk bekerja.

- Pasal 82 ayat 1 mengatur tentang cuti melahirkan, yaitu berhak mendapatkan cuti 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan.

- Pasal 82 ayat 2 mengatur tentang cuti karena keguguran. Pekerja yang mengalami keguguran berhak cuti 1,5 bulan atau sesuai waktu yang disarankan oleh dokter atau bidan untuk beristirahat pasca keguguran.

Jadilah Pekerja Profesional, Seimbangkan Hak dan Kewajiban

Itulah hak-hak yang seharusnya dieroleh dari perusahaan atau kantor tempat Anda bekerja. Apakah Anda sudah mendapatkan semuanya? Jangan lupa, setelah memperoleh hak-hak Anda, tunaikan juga kewajiban sebagai perkerja, ya? Seimbangkan antara keduanya, sehingga Anda bisa menjadi pekerja yang profesional.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya