Liputan6.com, Jakarta - Staycation alias berekreasi di hotel saja makin banjir peminat. Berdasarkan Google Travel Insight 2019, tren staycation mengalami kenaikan signifikan sejak 2018, yakni 153 persen.
Manager Industri Google Indonesia Zulfi Rahardian menerangkan Jakarta, Bandung, dan Bogor masih menjadi destinasi utama para traveler menghabiskan staycation. Ada tiga faktor yang melatarinya.
"Kata kuncinya, dekat, liburan singkat, dan mendadak," ujar Zulfi dalam jumpa pers di Jakarta, pekan lalu.
Ia mengatakan berdasarkan data pada Desember 2018, terjadi kenaikan pemesanan kamar hotel untuk liburan singkat, yakni mencapai 28 persen. Yang masuk dalam kategori short stay adalah menginap satu dua malam saja.
Baca Juga
Advertisement
Disebut mendadak, sambung Zulfi, lantaran para pemesan baru mem-booking kamar sekitar tiga hari sebelum menginap. Bahkan, tak jarang pula yang memesan sehari sebelum kedatangan.
"Itu pula yang membuat mereka cari tempat menginap yang dekat. Jadi, liburan akhir tahun enggak harus jauh," ucapnya. "Ini jadi kesempatan local business untuk garap potensi ini," imbuh Zulfi.
Tren staycation rupanya merambah pula ke daerah atau yang disebut second tier city. Vice President Marketing Airy, Ika Paramita mengatakan pertumbuhannya bahkan melebihi dari capaian di first tier city semacam Jakarta dan Bandung.
"Mungkin karena pasar di first tier city juga mulai mencapai titik jenuh ya, jadi pertumbuhan di second tier city itu growth-nya pesat. Bisa ratusan persen, minimal double digit," katanya.
Dua kota yang paling terlihat menjanjikan dalam hal staycation ini adalah Samarinda dan Balikpapan. Menurut dia, itu tak lepas dari perbaikan layanan yang dilakukan pemilik hotel-hotel bujet.
Pasalnya, Airy fokus menggarap segmen hotel bujet yang telah ada. Lewat renovasi dan perbaikan sistem manajemen hotel, hotel-hotel tersebut seolah baru kembali.
"Mungkin yang tadinya enggak berminat staycation, tapi saat melihat hotelnya sudah direnovasi, jadi berminat untuk menginap di hotel itu dan itu banyak terjadi pula di daerah," katanya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Hemat dan Instagramable
Ika menyebut pergeseran minat traveler dari hotel-hotel branded ke hotel-hotel bujet tak lepas dari pergeseran prioritas ketika bertualang. Para pemesan yang didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z menginginkan pengalaman yang lebih sehingga alokasi bujet untuk penginapan dihemat.
Karena mencari pengalaman itu pula, para milenial dan gen Z mencari hotel-hotel unik dan tak biasa. Hotel-hotel domestik mendominasi pencarian, dibandingkan jejaring hotel asing.
"Hotel yang sifatnya lokal, lebih diminati. Mereka juga cari lokasi yang tidak mainstream. Kalau di Bali misalnya, mereka cari yang dekat ke cliff. Lokasinya lebih eksotis, enggak melulu harus ada aktivitas," ujarnya.
Pendapat senada dilontarkan Serlina Wijaya, CMO Pegipegi. Ia menambahkan hotel semakin diminati bila dekat dengan berbagai atraksi wisata yang menarik, seperti tempat wisata kulinertaman bermain. Tuntutan lainnya adalah hotel tersebut juga harus Instagramable.
"Apalagi, 70 persen market kita adalah milenial dan gen Z. Gen Z adalah mereka yang berusia 22 tahun ke bawah," ujarnya.
Advertisement