Rentan Jadi Korban, KPAI Minta Anak Dicegah Ikut Demonstrasi Berbau Provokasi

KPAI juga meminta agar anak tidak diikutkan dalam demonstrasi yang menggunakan narasi jihad untuk menggerakkan anak terlibat dalam aksi

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 30 Sep 2019, 17:00 WIB
Polisi menghalau mahasiswa dalam demonstrasi menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Mahasiswa lari tunggang langgang setelah aparat kepolisian menembakkan gas air mata dan water cannon. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar anak tidak dilibatkan dalam demonstrasi yang berbau provokasi. Hal ini karena mereka sangat rentan menjadi korban.

"Kita perlu hindarkan bayi, anak-anak, pelajar, dikorbankan laksana martir yang harus berhadapan dengan water cannon dan gas air mata," kata Ketua KPAI Susanto dalam rilis yang diterima Health Liputan6.com pada Senin (30/9/2019).

Selain itu, Susanto juga meminta agar tokoh agama, majelis taklim, tokoh masyarakat, guru, dan orangtua melakukan berbagai upaya mencegah anak agar tidak terpapar provokasi demonstrasi yang mengatas namakan jihad.

"Penggunaan narasi-narasi jihad untuk menggerakkan anak ikut demonstrasi di jalanan tidak tepat dan tidak seharusnya terjadi," tulis Susanto dalam pernyataan resminya.

"Apalagi mereka masih masa tumbuh kembang dan perlu diproteksi dari indoktrinasi narasi jihad yang tak tepat dan proteksi dari berbagai kemungkinan negatif pelibatan anak dalam unjuk rasa di jalanan," ujarnya.

Dalam rilis yang berbeda, Retno Listyarti, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI juga meminta agar Kepala Dinas Pendidikan mengambil tindakan untuk mencegah anak-anak mengikuti aksi yang berpotensi kerusuhan. Hal itu usai ditemukannya ajakan aksi demo kepada 119 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten pada 30 September.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini


Temuan KPAI dalam Demonstrasi

Massa aksi Mujahid 212 berkumpul di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2019). (Liputan6.com/Ika Defianti)

Sebelumnya, dalam pengawasan yang dilakukan enam tenaga pengawas bersama Komisioner KPAI Jasra Putra dalam demonstrasi Aksi Mujahid 212 pada Sabtu lalu, mereka masih menemukan adanya keterlibatan anak-anak dalam kegiatan tersebut. Usianya beragam, mulai dari balita hingga 12 sampai 18 tahun dari berbagai daerah seperti Bogor, Bekasi, Jakarta, dan Banten.

Mereka mengungkapkan banyaknya anak-anak yang kelelahan dalam mengikuti aksi. Ada juga yang datang bersama teman dari Bogor dengan kendaraan umum dan menumpang kendaraan lain.

Temuan KPAI juga mengungkapkan adanya anak-anak yang mengisap rokok serta tidak memiliki uang untuk kembali ke Bogor.

"Tim sudah menemui humas Aksi Mujahid 212 Budi Setiawan agar ada yang bertanggung jawab atas perlindungan terhadap anak-anak yang datang di lokasi," kata KPAI. Mereka juga mengakui telah mengimbau agar anak-anak dipisah dari orang dewasa atau beristirahat di area Monas yang lebih nyaman.

"Namun usulan tersebut sampai kegiatan selesai tidak dilaksanakan. Kami sangat menyesalkan masih minimnya kesadaran perlindungan anak yang seharusnya bisa diberikan orang dewasa," ujar Susanto.


Temuan KPAI di Demo Pelajar

Sejumlah pelajar menggotong rekan mereka yang terluka dalam demonstrasi di belakang Gedung DPR, Palmerah, Jakarta, Rabu (25/9/2019). Pelajar bahu membahu membantu rekan mereka yang terluka dalam demonstrasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, KPAI juga menemukan bahwa korban demo ricuh di DPR pada Rabu, 25 September lalu, bukan hanya siswa SMK. Mereka juga menyatakan bahwa banyak pelajar yang mengikuti aksi hanya karena mendapatkan ajakan di media sosial.

"Anak-anak korban menyatakan mengalami luka karena terjatuh saat disiram gas airmata, pingsan karena kelelahan dan belum makan dari siang, ada yang pingsan karena dehidrasi kekurangan minum di terik matahari siang itu, dan juga ada korban-korban luka karena diduga akibat pukulan aparat," kata Retno.

"KPAI meminta aparat untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menangani aksi anak-anak, karena anak-anak ini sebagian besar hanya ikut-ikutan dan diduga kuat korban eksploitasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," Retno menegaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya