Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar anak tidak dilibatkan dalam demonstrasi yang berbau provokasi. Hal ini karena mereka sangat rentan menjadi korban.
"Kita perlu hindarkan bayi, anak-anak, pelajar, dikorbankan laksana martir yang harus berhadapan dengan water cannon dan gas air mata," kata Ketua KPAI Susanto dalam rilis yang diterima Health Liputan6.com pada Senin (30/9/2019).
Advertisement
Selain itu, Susanto juga meminta agar tokoh agama, majelis taklim, tokoh masyarakat, guru, dan orangtua melakukan berbagai upaya mencegah anak agar tidak terpapar provokasi demonstrasi yang mengatas namakan jihad.
"Penggunaan narasi-narasi jihad untuk menggerakkan anak ikut demonstrasi di jalanan tidak tepat dan tidak seharusnya terjadi," tulis Susanto dalam pernyataan resminya.
"Apalagi mereka masih masa tumbuh kembang dan perlu diproteksi dari indoktrinasi narasi jihad yang tak tepat dan proteksi dari berbagai kemungkinan negatif pelibatan anak dalam unjuk rasa di jalanan," ujarnya.
Dalam rilis yang berbeda, Retno Listyarti, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI juga meminta agar Kepala Dinas Pendidikan mengambil tindakan untuk mencegah anak-anak mengikuti aksi yang berpotensi kerusuhan. Hal itu usai ditemukannya ajakan aksi demo kepada 119 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten pada 30 September.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Temuan KPAI dalam Demonstrasi
Sebelumnya, dalam pengawasan yang dilakukan enam tenaga pengawas bersama Komisioner KPAI Jasra Putra dalam demonstrasi Aksi Mujahid 212 pada Sabtu lalu, mereka masih menemukan adanya keterlibatan anak-anak dalam kegiatan tersebut. Usianya beragam, mulai dari balita hingga 12 sampai 18 tahun dari berbagai daerah seperti Bogor, Bekasi, Jakarta, dan Banten.
Mereka mengungkapkan banyaknya anak-anak yang kelelahan dalam mengikuti aksi. Ada juga yang datang bersama teman dari Bogor dengan kendaraan umum dan menumpang kendaraan lain.
Temuan KPAI juga mengungkapkan adanya anak-anak yang mengisap rokok serta tidak memiliki uang untuk kembali ke Bogor.
"Tim sudah menemui humas Aksi Mujahid 212 Budi Setiawan agar ada yang bertanggung jawab atas perlindungan terhadap anak-anak yang datang di lokasi," kata KPAI. Mereka juga mengakui telah mengimbau agar anak-anak dipisah dari orang dewasa atau beristirahat di area Monas yang lebih nyaman.
"Namun usulan tersebut sampai kegiatan selesai tidak dilaksanakan. Kami sangat menyesalkan masih minimnya kesadaran perlindungan anak yang seharusnya bisa diberikan orang dewasa," ujar Susanto.
Advertisement
Temuan KPAI di Demo Pelajar
Sementara itu, KPAI juga menemukan bahwa korban demo ricuh di DPR pada Rabu, 25 September lalu, bukan hanya siswa SMK. Mereka juga menyatakan bahwa banyak pelajar yang mengikuti aksi hanya karena mendapatkan ajakan di media sosial.
"Anak-anak korban menyatakan mengalami luka karena terjatuh saat disiram gas airmata, pingsan karena kelelahan dan belum makan dari siang, ada yang pingsan karena dehidrasi kekurangan minum di terik matahari siang itu, dan juga ada korban-korban luka karena diduga akibat pukulan aparat," kata Retno.
"KPAI meminta aparat untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menangani aksi anak-anak, karena anak-anak ini sebagian besar hanya ikut-ikutan dan diduga kuat korban eksploitasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," Retno menegaskan.