Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) menilai Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) sosialisasinya masih sangat kurang.
Di sisi lain pengesahannya pun terkesan seperti diburu untuk bisa selesai di akhir September 2019.
Ketua Umum idEA Ignatius Untung mengatakan, ada kemungkinan RUU KKS tidak sempurna lantaran masa pembahasan yang cenderung terlalu cepat.
Baca Juga
Advertisement
"Seperti dipaksakan waktu pengesahannya, padahal masa pembahasan tergolong pendek. Belum lagi waktu sosialisasi yang juga tidak cukup memadai," ujar Untung di Jakarta, sebagaimana dilansir Merdeka.com.
Sementara itu, Ketua Bidang Ekonomi Digital idEA, Bima Laga menjelaskan beberapa hal yang menjadi sorotan asosiasi.
Sebagai contoh, pasal 66 terkait Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang menurut pihaknya akan penuh perjuangan lantaran kurangnya kapabilitas baik secara sistem maupun talent.
"Pun dengan penyebutan 'masyarakat' di pasal 8. Definisi 'masyarakat' terlalu luas. termasuk di dalamnya sektor privat dan publik. Belum lagi pasal sertifikasi yang menurut idEA redundant, juga terkait compliance cost. Sertifikasi memberatkan startup atau e-commerce kecil," jelas Bima.
RUU KKS Bisa Hambat Kreativitas
Kecenderungan RUU KKS menghambat kreativitas dan inovasi, diprediksi akan berujung pada terus menurunnya tingkat competitiveness di Indonesia.
Lebih lanjut, idEA menilai perlunya penyusunan ulang RUU KKS dengan menggunakan standar internasional, termasuk menjadi landasan untuk membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Selain itu juga perlu penegasan dan penjelasan siapa yang menjadi subjek. Hal ini untuk menghindari salah korban. Terutama perusahaan pemula dan belum memiliki kapabilitas yang rentan menjadi korban.
Terkait sertifikasi, penting pula untuk menjabarkan secara detail ketentuan-ketentuan untuk pemberlakuan peraturan ini.
"Indonesia tidak bisa serta merta mengikuti standar internasional," ucap Bima menandaskan.
Reporter: Fauzan Jamaludin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement