Liputan6.com, Jakarta Kehadiran internet termasuk media sosial seperti dua sisi mata uang. Bisa memberikan manfaat tapi juga mudarat. Salah satu mudaratnya adalah bullying atau perundungan di media sosial.
"Kalau dulu bully dilakukan secara langsung, kbisa dari verbal maupun fisik. Tetapi sekarang, kita tidak perlu berada di ruangan yang sama, orang bisa mem-bully dan melukai perasaan seseorang," ucap pendiri Sudah Dong, komunitas gerakan anti-bullying Katyana Wardhana.
Advertisement
Kemudahan yang ditawarkan oleh media sosial membuat seseorang terkadang lupa bahwa cyber bullying merupakan sesuatu yang sangat berbahaya dan memiliki efek jangka panjang.
"Media sosial bisa digunakan tanpa nama asli, itu membuatnya menjadi lebih mudah melakukan cyber bullying. Ini juga bisa berdampak jangka panjang, karena cyber bullying memang tidak menyerang fisik seseorang, tetapi menyerang hati (perasaan)," tambah Katyana dalam diskusi Aman di Media Sosial di Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Cyber bullying picu masalah kesehatan jiwa
Dalam kesempatan yang sama, hadir juga Benny Prawira, pendiri Into The Light sebuah komunitas yang berfokus pada pusat advokasi, kajian, dan edukasi dalam pencegahan bunuh diri dan kesehatan jiwa.
"Sejauh ini kita tahu bahwa bullying mau dengan cara tradisional atau pun online sangat memicu masalah kesehatan jiwa. Itu bisa membuat anaknya jadi cemas sekali bahkan tidak mau sekolah. Bahkan ternyata faktor yang paling signifikan dalam memicu pemikiran bunuh diri adalah bullying," jelasnya.
Katyana menambahkan, begitu banyak anak-anak yang takut untuk menceritakan pada orangtua dan guru-guru ketika menjadi korban bullying secara offline maupun online.
Namun sebenarnya, kebanyakan orang-orang yang memiliki pemikiran bunuh diri sudah memberikan pertanda yang seringkali tidak disadari oleh lingkungan di sekitarnya.
Benny menyarankan, apabila ada orang terdekat yang memberikan sinyal bahwa dirinya sedang memiliki masalah, cobalah untuk menghubungi dan mengajaknya bicara.
"Lebih baik kita overestimate, daripada underestimate. Karena kalau overestimate dan kita salah, orang itu bisa selamat," tekannya.
Penulis: Diviya Agatha
Advertisement