Liputan6.com, Jakarta - Setelah mencuat kabar ketidakmampuan membayar utang, perusahaan ritel fashion asal Amerika Serikat, Forever 21 akhirnya mengajukan kebangkrutan. Serta menutup sebagian besar toko miliknya di Asia dan Eropa.
Mengutip laman CNN, Senin (30/09/2019), manajemen Forever 21 dilaporkan mengajukan pailit sesuai dengan yang tertuang dalam Bab 11 Undang-Undang Kepailitan AS (Chapter 11) tentang reorganisasi sesuai hukum kepailitan AS.
Jaringan ritel tersebut menutup 178 dari 800 lebih tokonya. Dalam surat mereka kepada konsumen, saat ini pihak ritel tengah menunggu proses negosiasi dengan pemilik lahan toko mereka.
Baca Juga
Advertisement
Saat ini, perusahaan tengah berusaha keluar dari jeratan utang dengan menutup toko dan pindah ke toko dengan sewa yang lebih murah.
Menurut Linda Chang, Executive Vice President Forever 21, mengajukan kebangkrutan merupakan langkah untuk mengamankan dan mengorganisir kembali perusahaan.
Forever 21 berencana menutup sebagian besar lokasi tokonya yaitu di Asia dan Eropa. Tetapi untuk di Amerika, Meksiko, dan Amerika Latin akan melanjutkan operasinya. Serta akan terus mengoperasikan situs web.
"Ini adalah langkah penting dan perlu untuk mengamankan masa depan perusahaan kami. Hal tersebut memungkinkan kami untuk mengatur kembali bisnis kami dan mengubah posisi Forever 21," tutur Linda Chang, seperti mengutip Business Insider.
Bisnis Online Bikin Ritel Tergusur
Dengan maraknya perdagangan online saat ini, nasib ritel diakui terdisrupsi. Pedagang ritel yang harus mengutang demi bertahan, membayar sewa tempat yang mahal namun tidak mendapat kepastian pendapatan akhirnya menyerah dan memilih untuk gulung tikar.
Menurut partner firma konsultan AT Kearney Greg Portell, perusahaan ritel sangat bergantung pada utang untuk mendukung pertumbuhan pendapatan.
Dilaporkan sampai saat ini sudah ada 8.200 toko milik peritel di AS yang ditutup, lebih tinggi dibanding tahun lalu yang sebesar 5.589 toko.
Nasib pailit bukan hanya menimpa Forever 21. Sebelumnya, Payless dan Gymboree telah menyatakan pailit untuk kedua kalinya dan menutup 3.000 toko milik mereka.
Melihat hal ini, pusat studi Coresight Research memperkirakan akan ada 12.000 toko ritel yang bakal tutup hingga akhir 2019.
Advertisement