KPK Tahan Eks Dirut Perum Jasa Tirta Djoko Saputro

Djoko ditahan di Rutan cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 30 Sep 2019, 18:03 WIB
Direktur Utama (Dirut) Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro. (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Direktur Utama (Dirut) Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konstruksi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017.

"Ditahan 20 hari pertama di Rutan cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (30/9/2019).

Djoko ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Djoko yang sudah mengenakan rompi tahanan berwarna oranye memilih bungkam saat digelandang masuk ke dalam mobil tahanan.

Dalam kasus ini KPK menetapkan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II (Dirut PJT II) Djoko Saputro sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konstruksi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017.

Selain Djoko Saputro, satu orang dari pihak swasta atas nama Andririni Yaktiningsasi juga ditetapkan tersangka oleh KPK.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Perjalanan Kasus

Perkara itu berawal pada tahun 2016 usai Djoko Saputro diangkat menjadi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II. Dia diduga menginstruksikan agar melakukan revisi anggaran.

"Dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan SDM dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp 2,8 miliar menjadi Rp 9,55 miliar," kata Febri.

Relokasi anggaran untuk perencanaan strategis korporat dan proses bisnis sendiri senilai Rp 3,82 miliar. Sementara perencanaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jaya Tirta II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan Rp 5,73 miliar.

"Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan bank dan unit lain. Dan tidak sesuai aturan yang berlaku," kata Febri.

Setelah revisi anggaran, Djoko memerintahkan Andririni Yaktingsasi menjadi pelaksana pada kegiatan tersebut. Dalam dua kegiatan itu, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT. Bandung Management Economic Center dan PT. 2001 Pangripta.

Realisasi penerimaan pembayaran untuk kedua pelaksanaan proyek sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 itu sebesar Rp 5.564.413.800.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya