AAJI: Milenial Belum Banyak Berasuransi

Meski kesadaran milenial tiggi namun yang punya asuransi masih kecil

oleh Dewi Divianta diperbarui 01 Okt 2019, 22:00 WIB
AAJI: Cuma 6% Milenial yang Punya Asuransi (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Liputan6.com, Denpasar Beberapa tahun ke depan, Indonesia akan memasuki fase ledakan penduduk yang biasa disebut bonus demografi. Pada titik itu, remaja usia produktif atau milenial akan tumbuh lebih banyak ketimbang usia tak produktif. Tentu saja pertumbuhan tinggi penduduk usia produktif ini dipandang positif oleh berbagai pihak. Salah satunya adalah perusahaan asuransi yang tergabung dalam Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).

Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon menjelaskan, saat ini pengguna internet di Indonesia sebanyak 150 juta. Dari jumlah itu, sebanyak 130 juta orang mengakses internet melalui mobile phone. Indonesia sendiri menduduki peringkat delapan pengguna internet terbesar dunia.

Saat ini di Indonesia, Budi melanjutkan, dari total jumlah penduduk Indonesia, sepertiganya adalah kalangan milenial. Tetapi, penetrasi asuransi lebih renda  dibandingkan segmen usia yang lebih tua. 

"Sebagian besar dari mereka faham produk perbankan dan asuransi. Jumlahnya mencapai 67 persen. Tapi yang memiliki asuransi sekitar 6-7 persen," ujar Budi di The Westin Hotel Nusa Dua, Bali.

Pada acara 'Seminar Digital & Risk Management in Insurance (DRIM AAJI 2019) itu, Budi menandaskan pentingnya perusahaan asuransi beralih ke teknologi digital. Hal itu bertujuan untuk menjangkau pasar milenial yang amat potensial dan besar jumlahnya.

"Kenapa milenial dan perusahaan asuransi kami dorong menerapkan teknologi digital, karena mereka amat terbuka terhadap hal itu," ujarnya.

Ia melanjutkan, dari hasil survei AAJI bekerjasama dengan Nielsen, segmen milenial memahami pentingnya asuransi dan paham bahwa meraka dapat membelinya melalui distribusi digital.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Panitia DRIM AAJI 2019, Wiroyo Karsono menegaskan, penggunaan teknologi digital pada perusahaan asuransi tak akan menggerus keberadaan agensi atau financial advisor yang selama ini mrnjadi tulang punggung dalam mendapatkan premi. Sebab, meski beralih ke teknologi digital, namun tetap sajs diperlukan emosional touch. 

"Jadi, digitialisasi ini tidak membuat agen kehilangan pekerjaan. Peran mereka masih sangat penting. teknologi digital bukan kompetitor tapi partner bagi agen," tegas dia. 

"Peran agen yang menawarkan informasi mengenai produk dan layanan asuransi jiwa masih menjadi jalur utama, di mana lebih dari 77 persen dari total premi baru dihasilkan dari jalur distribusi keagenan dan bancassurance," tambahnya. Di sisi lain, Wiroyo menyebut penjualan jalur digital sudah mulai terlihat meski masih kecil yaitu sebesar 0,01 persen dari total premi baru sebesar Rp54,57 triliun.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya