Liputan6.com, Palembang - Warga di beberapa kota di Pulau Sumatera belakangan ini harus menjalankan aktivitas di tengah kabut asap yang menyesakkan. Kondisi tersebut juga berpengaruh pada perekonomian warga di sekitar Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan.
Tak sedikit dari warga Palembang yang menggantungkan hidup dengan menjalani profesi menawarkan jasa penyeberangan wisata ke salah satu destinasi ternama di sana, Pulau Kemaro. Ketika kabut asap kembali menyapa, mereka terpaksa tutup sejenak.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau asapnya penuh, berpengaruh. Tapi kalau seperti sekarang tidak. Kalau tebal (kabutnya) tidak jalan, saya ngeri tubrukan," kata Asrul, salah satu penyedia jasa penyeberangan ke Pulau Kemaro kepada Liputan6.com di tepi Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Senin, 30 September 2019.
Asrul berkisah, kabut asap menyelimuti Palembang mulai tiga bulan lalu. Kondisi tersebut kian diperparah dengan hujan yang tak kunjung turun dan berdampak pada usaha jasa penyeberangannya.
"Kabut sudah tiga bulanan dari bulan Puasa, nggak hujan-hujan. Baru mulai hujan dari 26 September 2019, hujan deras. Berhenti jam 3 sore, besoknya hujan lagi," tambahnya.
Kabut asap yang menyelimuti sekitar Sungai Musi dan Jembatan Ampera disampaikan Asrul sangat berbahaya bagi jasa penyeberangan. Jika hal ini terjadi, ia memilih untuk tidak bekerja satu hari.
"Tidak kelihatan jalannya. Sungai ini lebar, kalau kabut tebal nggak terlihat jalannya. Lebih baik kita tidak bekerja sehari saja kalau kabut tebal," kata Asrul.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kisah Legenda di Pulau Kemaro
Pulau Kemaro menjadi salah satu destinasi ternama yang dituju wisatawan di Palembang, Sumatera Selatan. Dari tepi Sungai Musi, ada banak yang menawarkan jasa penyeberangan ke pulau ini yang dapat ditempuh hanya dalam waktu 15 menit saja.
Untuk jasa yang dijalanakan Asrul, biaya penyeberangan bisa didapatkan dengan merogoh kocek sebesar Rp300 ribu untuk pulang--pergi. Satu kapal dapat diisi maksimal enam orang.
"Enam orang itu Rp300 ribu bolak-balik. Tidak harus menunggu penuh, nggak enak kalau bikin nunggu penumpang nanti bosan," ungkap Asrul.
Bensin menjadi bahan bakar dari kapal yang digunakan. Sekali perjalanan, kapal membutuhkan sekitar enam liter bensin.
Sementara, daratan di tengah Sungai Musi kini dikenal sebagai Pulau Kemaro atau Pulau Kemarau. Di sana terdapar bangunan kelenteng dan pagoda tinggi yang juga menjadi tempat ibadah etnis Tionghoa.
Di depan kelenteng terdapat makam Tan Bun An dan Siti Fatimah secara berdampingan. Keduanya adalah tokoh utama dari legenda pulau yang luasnya sekitar 32 hektare tersebut.
Advertisement