Liputan6.com, Jakarta - Ramai di sosial media Twitter nomor telepon diduga milik polisi ikut masuk dalam grup Whatsapp pelajar STM. Nomor tersebut kemudian menuliskan pesan meminta uang bayaran upah rusuh demonstrasi.
Menanggapi itu, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyatakan, ada upaya propaganda di media sosial menggunakan cara tersebut.
Advertisement
"Jadi kita paham betul apa yang ada di media sosial itu. Karena sebagian besar adalah anonymous, narasi-narasi yang dibangun adalah narasi propaganda, tentunya dari Direktorat Cyber Bareskrim sudah memprofiling," tutur Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (1/9/2019).
Menurut Dedi, pada akhirnya narasi yang digunakan bersifat provokatif untuk membuat kegaduhan di masyarakat. Sama halnya dengan kasus surat suara tercoblos di tujuh kontainer, dan lainnya.
"Belum bisa dipastikan, kalau itu anggota polisi pun kan belum bisa dipastikan betul anggota atau bukan, dan narasinya saya belum baca, ada unsur perbuatan pidananya nggak," ucap dia.
"Kalau enggak ada perbuatan pidana, nanti jajaran multimedia akan membuat literasi digital agar masyarakat betul-betul cerdas dan bijak menggunakan sosmed," kata Dedi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pertanyakan Uang Operasional
Dalam 4 tangkapan layar sebuah grup siswa STM yang tersebar, terlihat ada percakapan sejumlah orang terkait aksi demo ricuh. Nomor-nomor handphone yang terlibat percakapan di grup itu ikut terpampang.
Di percakapan tersebut terlihat sejumlah orang siswa STM mempertanyakan tidak adanya uang yang seharusnya mereka terima dari koordinator setelah mengikuti aksi demonstrasi.
Pun viral di medsos dan jadi bahasan netizen. Namun beberapa netizen menduga tangkapan layar grup WA yang tersebar itu diduga sengaja dibuat untuk memojokkan siswa STM yang ikut aksi.
Advertisement