Sambut Hari Batik Nasional, Yuk Kenali Kain Khas Surabaya

Setiap 2 Oktober, masyarakat Indonesia merayakan Hari Batik Nasional. Setiap batik terkandung filosofi dan ciri khasnya tersendiri.

oleh Liputan Enam diperbarui 01 Okt 2020, 09:04 WIB
Ilustrasi batik. Sumber foto: unsplash.com/Artem Bali.

Liputan6.com, Jakarta - Setiap 2 Oktober, masyarakat Indonesia merayakan Hari Batik Nasional. Hari Batik Nasional menjadi peringatan pengakuan dunia atas kain milik Nusantara itu.

Sejak 2009, Badan Kebudayaan PBB atau Unesco menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity). Menurut Unesco, batik tak dapat terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. 

Batik bukanlah ukiran seni biasa, tanpa adanya makna. Rata-rata setiap batik yang diciptakan memiliki filosofi atau ciri khasnya tersendiri di daerah di Indonesia termasuk di Surabaya, Jawa Timur. 

Surabaya, memiliki corak batik khas dan warna yang khusus. Terdapat cerita yang tertuangkan dari motif yang digambar. Berikut ini tiga kisah dibalik ukiran batik, yang Liputan6.com rangkum dari buku Jalan-jalan Surabaya Enaknya ke Mana? karya Yusak Anshori dan Adi Kusrianto

1. Batik Dewi Saraswati

Pada peringatan Hari Batik Nasional, ini mari mengenal Batik Detik Saraswati diproduksi oleh Hj. Putu Sulistiani Prabowo, seorang perajin batik yang menghasilkan batik khas Surabaya asli. Batiknya diberi nama Dewi Saraswati. 

Unsur Surabaya dari batik ini terlihat dari warna dan motif desainnya. Warna yang dipilih dari Batik Dewi Saraswati berbeda dengan warna batik Madura pada umumnya. Pemilihan warnanya dominan merah, biru, dan hijau, warna yang sangat khas dengan karakter Surabaya. 

Selain itu, kesurabayaan dari batik ini juga terlihat dari coraknya. Corak-corak yang muncul dari batik ini mengangkat motif ornamen yang spesifik dengan Surabaya dan Jawa Timur, seperti ayam bekisar, daun semanggi, bentuk suro dan boyo, serta motif bunga sedap malam. Corak-corak itu juga tak jarang dipadusatukan.

Batik berkhas Surabaya ini sudah berhasil dipamerkan hingga kancah internasional. Keistimewaan lain, batik ini tidak dijual di gerai atau mal-mal. Batik ini eksklusif hanya tersedia di Gelar Ibu Putu yang ada di Surabaya. Lokasi gerainya ada di Jalan Jemursari Utara II/19.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Batik Mangrove

Batik Mangrove Surabaya tembus omzet Rp 100 juta (Liputan6.com / Dian Kurniawan)

2. Batik Mangrove

Batik asal Surabaya selanjutnya mengangkat corak Mangrove. Lulut Sri Yuliani, sang inisiator, melabeli karyanya dengan nama “BATIK SERU” (Seni Batik Motif Mangrove Rungkut Surabaya). Tokonya terletak di Jalan Wisma Kedung Asem Indah J-28 Rungkut. Dalam batiknya, Ia memilih tema pola ekosistem hutan bakau untuk dituangkan dalam kain batik.

Mangrove atau bakau merupakan tumbuhan yang banyak ditemukan di sisi pantai Kecamatan Rungkut dan Gunung Anyar. Awalnya, Mangrove tidak memiliki makna spesial. Hanya sebuah tumbuhan yang dapat meredam gelombang laut. Namun, namanya mulai dikenal luas saat belakangan mangrove menjadi motif batik khas daerah Rungkut dan Gunung Anyar.

Selain coraknya, batik ini juga memanfaatkan bahan pewarna alami dari pohon mangrove. Bahan pewarna alami tersebutdiambil dari daun dan bagian-bagian dari pohon bakau lainnya. Misalnya, untuk warna merah dibuat dari caping bunga dan buah Bruguiera Gymnorrhiza, kulit cabai merah dan secang. Untuk menciptakan warna kuning, bahan yang digunakan adalah getah nyamplung, kunyit dan batu gambir. 

Sebagai batik pesisir, batik ini juga tak melupakan ciri khasnya. Utnuk itu, selain mangrove, batik Lulut juga menyertakan ornament bergambar udang, kepiting, ikan dan kera. Ornamen tersebut adalah ciri spesifik dari kawasan mangrove.

Salah satu contohnya adalah gambar motif mange kasihan. Mange Kasihan adalah tumbuhan Aegicera floridum yang dikelilingi hiasan bunga Myrsinaceae. Selain itu, terdapat pula gambar kepiting, ikan, dan udang, untuk memberi nuansa pesisir dalam motif itu.

Tak lupa, setiap motif yang telah diciptakan dilengkapi dengan nama jenis mangrove yang spesifik. Baik dalam nama Latin, nama daerah, serta beberapa nama motif tambahan yang melengkapi. 

Lulut membuka tokonya di Jalan Wisma Kedung Asem Indah J-28 Rungkut. Harga yang ditawarkan dari setiap batik pun beragam, tergantung ukuran kain dan warna corak yan dipilih. Dari keuntungan yang didapat, batik ini menyumbangkan 2,5 persennya untuk pelestarian mangrove.  

 


Batik Madura

Batik Madura | via: kaskus.co.id

3. Batik Madura

Salah satu batik yang banyak ditemui di Surabaya adalah Batik Madura. Awal cerita Batik Madura tercipta adalah dari kisah para istri yang sedang menanti kepulangan suaminya. Perempuan di Tanjungbumi, Bangkalan, Madura, menghabiskan waktu dengan membatik saat menunggu kedatangan kembali sang suami.

Kepala rumah tangga di Tanjungbumi, Bangkalan, sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Ketika sudah pergi melaut, mereka dapat pergi berlayar berhari-hari bahkan berbulan-bulan. 

Sementara bagi istri, mereka selalu gelisah saat menanti kepulangan suami. Selain tentang keselamatan, istri juga memikirkan apakah suaminya berhasil membawa pulang uang untuk mencukupi kebutuhan. 

Dengan alasan tersebutlah, para istri belajar membatik. Kini kegiatan batik menadi industri rakyat yang cukup besar. Tanjungbumi menjadi kecamatan terbesar di Madura yang menghasilkan batik.

Ciri batik dari Tanjungbumi adalah selalu terdapat warna merah didalamnya. Selain itu, terdapat pula corak cecek atau titik-titik pada setiap karya batik Tanjungbumi.

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya