Liputan6.com, Jakarta - Brand pakaian Forever 21 yang telah berdiri selama 35 tahun sebentar lagi akan tutup usia. Brand asal California, Amerika Serikat itu dikabarkan bangkrut dan akan menutup gerai-gerainya.
Melansir dari People dan New York Times, 1 Oktober 2019, Forever 21 telah melaporkan kebangkrutan mereka pada United States Bankruptcy Court for the District of Delaware (Pengadilan Kepailitan Amerika Serikat) pada Minggu, 29 September 2019 lalu.
Baca Juga
Advertisement
Pendapatan mereka terus menurun setiap tahunnya. Pada 2018, pendapatan mereka adalah 3,3 milyar dolar atau setara dengan Rp46,9 triliun. Turun cukup jauh dari 2016, dimana pendapatan mereka adalah 4,4 milyar dolar atau setara dengan Rp62,5 triliun.
Berdasarkan rilis yang diterbitkan, Forever 21 dikatakan akan menutup total 350 gerai. Sebanyak 178 gerai di Amerika Serikat akan ditutup. Sisanya, akan tersebar di 40 negara termasuk gerai-gerai di Jepang dan Kanada.
"Hal ini sangat penting dan perlu dilakukan untuk mengamankan masa depan perusahaan. Kami akan melakukan pengaturan ulang dan reposisi perusahaan," ujar Wakil Presidir Eksekutif Forever 21, Linda Chang.
Meskipun menutup ratusan gerai, mereka berencana untuk tetap melanjutkan penjualan dari laman resminya. Alasannya adalah penjualan secara online memberikan keuntungan sebesar 16 persen.
"Apa yang kami harapkan dari proses ini adalah kami dapat menyederhanakan segala sesuatunya, sehingga keadaan dapat kembali lebih baik dan kami akan terus melakukan yang terbaik," tambah Linda saat diwawancarai New York Times.
Gerai yang akan bertahan ada di Amerika Latin, Meksiko dan beberapa mal di Amerika. Forever 21 juga mengatakan mereka masih akan memproduksi merchandise untuk wanita dan pria karena melihat pasar yang menjanjikan. Tapi, mereka akan mengkurasi produksi barang elektronik, kosmetik, dan perabotan lainnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penyebab Kebangkrutan
Kebangkrutan yang dialami Forever21 ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan usaha fesyen, sehingga brand ini dapat dikatakan kalah saing. Forever 21 mendapatkan sukses besar di awal 2000an dan mereka dengan cepat membuka berbagai cabang di tempat lain.
"Kami bermula dari tujuh negara hingga buka di 47 negara dalam waktu kurang dari enam tahun, dan karenanya kami mengalami berbagai macam masalah. Industri pakaian eceran berubah dan penjualan di mal juga melambat. Kini, penjualan juga beralih lebih banyak ke online," ujar Linda lagi.
Mark A. Cohen, peneliti bisnis eceran dari Sekolah Bisnis Colombia mengatakan bahwa kesalahan Forever 21 adalah perluasan gerai tanpa membertimbangkan hal-hal yang rasional. Selama membuka bisnisnya, Forever 21 selalu menargetkan anak muda di usia 20 hingga orang dewasa di umur 40 sebagai pelanggannya.
Sayangnya, kini tren belanja anak muda telah berubah. Wendy Liebmann, Kepala Lembaga Konsultasi Usaha Eceran, WSL Strategic Retail mengatakan anak muda kini dilihat lebih gemar berbelanja barang yang ramah lingkungan.
"Estetika fisik dan emosional kini bukan hal yang diinginkan para pelanggan lagi," ujar Wendy.
Linda Chang mengatakan bahwa dia dan saudarinya akan tetap mencoba mempertahankan brand ini, tapi tak bisa dipungkiri bahwa suatu saat mungkin mereka akan melepaskannya ke orang lain. Diketahui, brand Forever 21 didirikan oleh orangtuanya saat migrasi dari Korea Selatan ke California pada 1980an. (Novi Thedora)
Advertisement