Liputan6.com, Pekanbaru - Sama dengan daerah lainnya, Batik Riau punya corak dan motif banyak ragam. Setiap motif punya makna tersendiri bagi pembuat dengan harapan filosofinya bisa tersampaikan dan tertular kepada pemakai.
Filosofi dalam Batik Riau tak jauh dari Budaya Melayu karena selalu menggunakan pantun. Seperti filosofi pucuk rebung sekuntum dan bunga kiambang.
Baca Juga
Advertisement
Rani Izzul Makarimi sebagai pemilik Galeri Batik Tabir Riau Rani menjelaskan, filosofi setiap motif batik sudah dibukukannya agar tak lekang oleh zaman. Tak jarang buku ini diperlihatkan bagi masyarakat yang ingin mengenal Batik Riau.
"Misalnya motif pucuk sekuntum, itu filosofinya adalah damai dalam pergaulan. Bunyinya, memakai pucuk rebung sekuntum bagai bertajuk bunga yang harum, gelap beriring senyum dikulum, duduk berunding sesama maklum," sebut Rani kepada Liputan6.com.
Sebagai penggiat Batik Riau, motif dan corak dibuat Rani tidak sama dengan buatan pengrajin batik lainnya. Diapun menjadikan bunga kiambang sebagai paten galeri batiknya di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru.
Bunyi filosofi batik ini adalah "Bila memakai kembang terapung, kasih bertambah kasih bersambung. Seberang kerja membawa untung tuahnya merata ke seluruh kampung."
Kata seberang kerja, terang Rani, itu menggambarkan dirinya sebagai perantau yang mencari nafkah di Pekanbaru karena lahir di Pekalongan. Dari Kota Bertuah Madani, rezekinya bisa menyebar ke orang lain melalui batik.
"Dengan adanya galeri batik ini, rezeki menyebar ke orang lain. Ada pekerja, ada penjaga dan pembatik," terang Rani.
Dari Pekalongan Untuk Riau
Meskipun berasal dari Pekalongan, keinginan Rani mengembangkan Batik Riau dimulai sejak puluhan tahun lalu ketika menikah dengan warga Pekanbaru. Diapun merintis usaha batik dan sudah berjalan 14 tahun.
"Sejak tahun 2004 ada galeri ini, suami saya orang Melayu. Jadi mengembangkan khas daerah suami saya," ucap perempuan 49 tahun ini.
Sementara filosofi motif mumbang nipah, jelas Rani, berbunyi "Hiasan bernama mumpang nipah disebut juga mumbang beranak. Sopan santun mengundang berkah mulut dijaga dosa mengelap."
"Ini terkait sikap dan ucapan, jadi harus benar-benar dijaga, itu maknanya," terang Rani.
Dari banyaknya motif Batik Riau, Rani menyebut pucuk rebung paling dikenal dan banyak diminati. Seiring berkembangnya zaman, pucuk rebung kian berkembang pula motifnya.
"Di antaranya pucuk rebung siku keluang, pucuk bersusun, pucuk rebung sekuntum hingga pucuk putri," jelas Rani.
Selain pucuk rebung, sambung Rani, nama motif lainnya terbilang cukup unik. Sebut saja misalnya itik pulang petang, kuntum bujang, kuntum bersusun hingga tampuk manggis.
Kedepannya, Rani berharap Batik Riau kian dikenal dan berkembang, baik itu dari warna kemudian motifnya. Diapun berharap banyak warga Pekanbaru dan Riau secara umum belajar membatik agar Batik Riau tetap lestari.
"Untuk harga relatif terjangkau, satu helai biasanya Rp 200 lebih. Kalau yang tulis ada Rp 1 juta hingga yang sampai Rp 6 juta," katanya.
Simak video pilihan berikut:
Advertisement
Kendala Membatik
Rani sadar ada beberapa kendala mengembangkan Batik Riau. Salah satunya adalah bahan baku yang tergolong sulit didapatkan di Pekanbaru ataupun wilayah Riau lainnya.
Hal ini membuat Rani harus mendirikan rumah produksi di Pekalongan, daerah asalnya. Pasalnya, mengirimkan bahan baku dari sana tidak mungkin selalu dilakukan mengingat biaya.
"Di sini tetap ada diproduksi, tapi lebih banyak di Pekalongan mengingat ongkos kirim bahan baku," sebut Rani.
Menurut Rani, hal ini harus dilakukan agar batik produksinya tetap terjangkau masyarakat. Dia ingin semua lapisan masyarakat bisa membudayakan memakai batik.
"Apalagi batik sudah menjadi warisan dunia, tanggal 2 Oktober juga hari batik nasional," jelas Rani.
Kendala lainnya, sambung Rani, sulitnya menemukan warga Pekanbaru yang minatnya untuk membatik sangat besar. Dia mengaku sulit menemukan yang mau dilatih dan telaten membatik.
"Pelatihan sering dilakukan bekerjasama dengan pemerintah, tapi setelah itu tidak ada yang melanjutkan," katanya.