Rupiah Menguat Seiring Mata Uang Asia Lainnya

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.187 per dolar AS hingga 14.212 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 02 Okt 2019, 11:40 WIB
Pekerja menunjukan mata uang Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (19/6/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sore ini Rabu (19/6) ditutup menguat sebesar Rp 14.269 per dolar AS atau menguat 56,0 poin (0,39 persen) dari penutupan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar )

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Rabu ini. Menguatan rupiah ini seiring mata uang Asia lainnya.

Mengutip Bloomberg, Rabu (2/10/2019), rupiah dibuka di angka 14.212 per dolar AS, menguat tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.215 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus menguat ke 14.187 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.187 per dolar AS hingga 14.212 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 1,40 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah dipatok di angka 14.207 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.196 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah terapresiasi menyusul data manufaktur Amerika Serikat yang mengalami kontraksi.

"Mata uang Asia, termasuk rupiah cenderung bergerak menguat terhadap dolar AS menyusul data manufaktur Amerika Serikat yang mengalami kontraksi," kata Kepala Riset Monex Investindo Future Ariston Tjendra dikutip dari Antara.

Ia memaparkan indeks manufaktur AS turun menjadi 47,8 di bulan September, level terendah sejak Juni 2009, ini menjadi bulan kedua beruntun untuk berada di area kontraksi. "Setiap angka di bawah level 50 sinyalkan kontraksi," ucapnya.

Sementara dari dalam negeri, lanjut dia, isu domestik mengenai demonstrasi diperkirakan masih akan membayangi pasar meski tensinya relatif mulai mereda.

Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih mengatakan adanya indikasi perlambatan kegiatan usaha pada bulan Agustus 2019 dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menahan apresiasi rupiah lebih tinggi.

Ia mengemukakan uang beredar pada Agustus 2019 tumbuh 7,3 persen (year on year/yoy), melambat dibandingkan Juli yang tumbuh 7,8 persen yoy. Perlambatan itu karena melambatnya aset domestik neto yang komponen terbesarnya kredit perbankan. Penyaluran kredit melambat menjadi 8,6 persen yoy dari 9,7 persen yoy pada Juli.

"Perlambatan ini terutama berasal dari kredit modal kerja korporasi non finansial. Kondisi yang sama juga terlihat pada DPK Korporasi non finansial yang juag melambat," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pemerintah Prediksi Rupiah Melemah ke 14.400 per Dolar AS di 2020

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat, Jakarta, Kamis (23/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, pemerintah memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan melemah pada tahun depan. Hal tersebut terjadi karena adanya gejolak ekonomi dunia.

Dalam pidato Nota Keuangan di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Jumat (16/8/2019), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa target ekonomi masih akan tinggi, tetapi untuk nilai tukar rupiah akan melemah.

Ia menyebut target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 adalah 5,3 persen. Sumber pertumbuhan ekonomi tahun depan ditekankan pada sektor konsumsi. 

"Pertumbuhan ekonomi akan berada pada tingkat 5,3 persen dengan konsumsi dan investasi sebagai motor penggerak utamanya. Inflasi akan tetap dijaga rendah pada tingkat 3,1 persen untuk mendukung daya beli masyarakat," ujar dia.

Jokowi menyebut nilai tukar rupiah akan melemah menuju 14.400 per dolar AS. Ia menyebut hal itu diakibatkan kondisi ekonomi global yang volatile alias penuh ketidakpastian.

Meski sedang ada disrupsi dagang, Jokowi yakin Indonesia akan tetap menjadi primadona investasi. Pasalnya, Indonesia memiliki telah mendapatkan citra positif dan iklim investasi akan terus dijaga.

"Pemerintah yakin investasi terus mengalir ke dalam negeri, karena persepsi positif atas Indonesia dan perbaikan iklim investasi," ujar Jokowi.

 
 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya