Kisah Garuda dan Sriwijaya: Bersatu, Cerai, dan Kembali Rujuk

Menelusuri kasus Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 02 Okt 2019, 15:00 WIB
Kerjasama manajemen Garuda Indonesia dengan Siwijaya Air (dok: Yayu Agustini Rahayu)

Liputan6.com, Jakarta - Industri penerbangan Indonesia sempat geger dalam sepekan akibat keributan antara Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air. Imbasnya, Garuda menghentikan fasilitas maintenance bagi Sriwijaya Air.

Penghentian itu menyulut berbagai kegaduhan yang mengancam pengoperasian Sriwijaya Air. Setumpuk masalah Sriwijaya Air pun terkuak, terutama utang yang menumpuk.

Total utang Sriwijaya Air mencapai Rp 2,46 triliun, termasuk ke Garuda Maintenance Facility (GMF) sebesar USD 52 juta atau sekitar Rp 800 miliar.

Namun, bila mengikuti benang merah, masalah pada Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air sebenarnya dimulai berbulan-bulan lalu. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) curiga dengan hubungan antar kedua maskapai atas dugaan kartel serta adanya rangkap jabatan pimpinan.

Berikut Liputan6.com sajikan lika-liku hubungan Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air, mulai dari bergandengan, tak direstui, berpisah, dan kembali bersatu.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


1. Garuda Selamatkan Sriwijaya

Pesawat Terbang Garuda Indonesia (Liputan6.com/Fahrizal Lubis)

Pada November 2018, Garuda Indonesia mengumumkan niatnya menjalin Kerja Sama Operasional (KSO) dengan Sriwijaya Air. Garuda melihat keuangan Sriwijaya Air kurang sehat padahal maskapai ini punya potensi yang bagus.

"Keuangan mereka kurang sehat. Tapi walaupun Sriwijaya LCC, track record keselamatannya bagus. Airline yang bagus perlu diselamatkan, caranya ya KSO ini, supaya maintanance," tutur Komisaris Utama PT Garuda Indonesia Tbk Agus Santoso.

Kerja sama itu juga diharapkan dapat meningkatkan aspek dari sisi pemeliharaan maskapai (maintenance). Sebagai catatan, kepemilikan pemegang saham Sriwijaya juga tidak berubah meski ada ambil alih operasional ini.


2. Tak Dapat Restu

Logo KPPU. (Dok KPPU)

Pada Januari 2019, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencium bau tak sedap dari hubungan Garuda-Sriwijaya. KPPU pun meneliti kasus rangkap jabatan petinggi Garuda di dua maskapai tersebut usai adanya KSO.

Kasus rangkap jabatan ini KPPU teliti dengan dasar acuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra merangkap sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia dan Komisaris Utama Sriwijaya Air. Ia berdalih motivasinya adalah kepentingan negara.

"Rangkap jabatan didasari atas kepentingan untuk menyelamatkan aset negara. Posisi rangkap jabatan sudah mendapatkan persetujuan sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku," dia menegaskan.

Penelusuran ini dilakukan bersamaan dengan penelitian terkait dugaan adanya sekelompok maskapai yang bermaksud mengendalikan harga tiket pesawat (kartel) serta menaikkan ongkos jasa pengiriman barang atau kargo.


3. Bos Garuda Mundur

Ketum INACA Ari Askhara (tengah) memberi keterangan terkait penerapan tarif batas atas dan bawah pada maskapai penerbangan di Jakarta, Minggu (13/1). Ari meminta semua maskapai untuk terus melakukan efisiensi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pada Juli 2019, Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisaris Utama PT Sriwijaya Air.

Tak hanya Ari Askhara, Pikri Ilham Kurniansyah (Direktur Garuda) dan Juliandra Nurtjahyo (mantan Dirut GMF) juga mengundurkan diri dari komisaris. Pihak Garuda berkata itu adalah bukti komitmen dan upaya perusahaan dalam mengedepankan penerapan Good Corporate Governance.

Kepergian tiga orang itu disayangkan oleh Asosiasi Serikat Pekerja Sriwijaya Air (Aspersi). Kehadiran petinggi Garuda Indonesia dinilai membaga angin segar bagi maskapai.

“Keberadaan AA (Ari Askhara) di Sriwijaya Air membawa aura positif untuk kelangsungan bisnis Sriwijaya Air. Banyak perubahan positif yang sangat signifikan pada Sriwijaya Air," ucap Ketua Aspersi, Pritanto AS.


4. Direktur Hengkang, Logo Melayang

Sriwijaya Air (Dok.Instagram/@sriwijayaair/https://www.instagram.com/p/BYXjxF0n2oR/Komarudin)

Baru dua bulan usai kepergian Ari Ashkara, Garuda Indonesia mencopot logo mereka pada armada Sriwijaya Air. Alasannya, Sriwijaya Air dinilai tak memenuhi standar berdasarkan perjanjian kerja sama mereka.

"Perlu kiranya kami sampaikan, pencabutan logo Garuda Indonesia tersebut semata-mata dilakukan untuk memastikan logo Garuda Indonesia sesuai dan menjadi representasi tingkat safety dan layanan yang dihadirkan dalam penerbangan," jelas VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M. Ikhsan Rosan.

Anak usaha Garuda, yakni GMF, juga menghentikan fasilitas perawatan pesawat Sriwijaya Air akibat utang. Kondisi ini membuat direksi khawatir dan muncul rekomendasi pengurangan penghentian penerbangan sementara.


5. Utang Menumpuk, Direksi Mundur, Kemenhub Ultimatum

5 Cara untuk Menghindari Biaya Pergantian Tiket Pesawat Terbang. | via: huffingtonpost.com

Utang PT Sriwijaya Air mencapai Rp 2,46 triliun ke PT Pertamina, Angkasa Pura I dan II, Airnav Indonesia, dan GMF.

Direktur Teknik Sriwijaya Air Romdani Ardali Adang mengatakan pihaknya juga merasa khawatir sejak putus kontrak dengan GMF karena perawatan pesawat tidak terjamin.

Direktur Operasi Sriwjaya Air Captain Fadjar Semiarto mengatakan jika kondisi perusahaan sudah berada dalam rapor merah pada Hazard, Identification dan Risk Assessment (HIRA), yakni berstatus merah 4A di mana tingkat paling parah adalah 5A.

“Dari kondisi finansial yang saat ini sedang berefek kepada hampir semua aspek, baik dari sisi operasi, sisi komersial, dan sisi teknis, kemudian sumber daya manusia dan paling berat finansial,” jelas Fadjar.

Keduanya pun memutuskan mundur sebagai direksi.

Pihak Kementerian Perhubungan pun memberi ultimatum kepada Sriwijaya Air agar mengambil keputusan sesuai rekomendasi. Deadline keputusan tersebut adalah tanggal 2 Oktober 2019.


6. Rujuk

Garuda Maintenance Facility. (Foto: GMF)

Pada 1 Oktober 2019, ada pertemuan antara pihak Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air. Kedu pihak sepakat rujuk dan melanjutkan Kerja Sama Manajemen (KSM).

Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra berkata ada tiga aspek perdamaian tersebut, yakni keselamatan, kepentingan pelanggan, dan penyelematan aset negara.

"kita ingin ekosistem penerbangan di Indonesia ini makin sehat sehingga dari alasan-alasan perimbangan tersebut lah kita berkomitmen pada hari ini untuk terus melanjutkan KSM," tegas Juliandra.

Kabar baiknya lagi, Sriwijaya Air pun bisa kembali dirawat oleh GMF.

"Sejalan dengan komitmen seluruh pihak dalam mengedepankan aspek keselamatan penerbangan, GMF Aero Asia berkomitmen untuk senantiasa memberikan kebutuhan teknis layanan operasional Sriwijaya Air Group," Dirut baru GMF AeroAsia Tazar Marta Kurniawan.


7. Mereka Kurang Komunikasi

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri BUMN Rini Soemarno berkata ada kurang komunikasi antara dua BUMN tersebut.

"Jadi kalau kerja samanya baik, komunikasinya baik. Saya rasa kemarin-kemarin itu sudah ada kerja sama tapi kelihatannya komunikasinya belum jelas," ujar Rini.

Rini mengaku sudah mendapat laporan, Garuda dan Sriwiyaja Air telah rapat untuk mencari solusi. Ia pun melafazkan hamdalah karena hasil rapat berjalan lancar.

"Tapi Alhamdulillah kemarin upaya mereka rapat, tadi saya baru dikasih laporan, semuanya berjalan lancar," ucapnya.

Sementara, Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub Avirianto berkata perdamaian itu adalah perkembangan yang baik bagi masyarakat. Ultimatum Kemenhub ke Sriwijaya Air pun dibatalkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya