Liputan6.com, Jakarta Hong Kong mulai berbenah dan bersiap diri akibat kerusakan yang meluas dari demonstrasi dan kerusuhan pada Rabu (2/10/2019). Hal tersebut terjadi setelah seruan protes yang lebih banyak serta bentrokan susulan yang terjadi dalam hampir empat bulan kerusuhan anti-pemerintah.
Imbas kerusuhan Selasa 1 Oktober lalu tak hanya itu. Keadaan semakin keruh karena penangkapan lebih dari 180 orang pengunjuk rasa. Serta, kejadian aparat kepolisian Hong Kong menembak salah seorang demonstran.
Advertisement
Kerusuhan bertepatan dengan peringatan perayaan di Beijing, menandai 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China.
Belakangan, protes anti-pemerintah berubah menjadi kekerasan yang berlanjut. Bentrokan yang terjadi seperti halnya pertempuran kucing dan tikus yang intens, seperti dilansir channelnewsasia.com.
Kekerasan Meluas dan Meningkat
Beredar berbagai gambar yang menunjukkan polisi menembakkan gas air mata serta meriam air ke demonstran. Sebaliknya, dalam gambar yang beredar para demonstran berupaya membalas dengan melempari aparat atau fasilitas umum dengan bom molotov.
Hal tersebut terjadi dan menyebar di daerah-daerah di distrik perbelanjaan Causeway Bay hingga ke kantor-kantor pemerintah di area Admiralty.
Daerah di atas pelabuhan ke Kowloon, hingga ke New Territories juga menjadi lokasi bentrokan yang terjadi antara aparat dengan demonstran.
Advertisement
Boikot Masal Sekolah Menengah Imbas Penembakan Demonstran
Sekolah-sekolah menengah di Hong Kong merencanakan boikot kelas masal pada Rabu 2 Oktober 2019.
Hal itu sebagai tanggapan atas penembakan seorang pria oleh aparat kepolisian yang tertangkap dalam sebuah rekaman video.
Sebelumnya, para pengunjuk rasa ditembaki oleh peluru kacang dan peluru karet. Ada pun petugas kepolisian yang menembak peluru tajam ke udara.
Namun, terdapat kejadian tidak diduga. Pertama kali seorang demonstran ditembak dengan peluru hidup/sungguhan.
Sementara itu polisi mengatakan petugas yang terlibat bentrok berada dalam ancaman serius. Ia menambahkan petugas polisi tersebut bertindak sesuai dengan pedoman resmi yang ada.
Polisi juga menyebut pria yang tertembak dalam posisi sadar ketika dilarikan ke rumah sakit. Disebutkan kondisinya berangsur stabil di rumah sakit hingga Rabu ini.
MTR dan Pusat Bisnis Berhenti Beroperasi
Pihak MTR menutup hampir 50 stasiun untuk menghentikan para pengunjuk rasa yang bergerak pada hari Selasa. Tetapi hal tersebut justru membuat operator kereta api menjadi target vandalisme demonstran.
Para pengunjuk rasa telah meningkatkan serangan terhadap MTR. Hal ini dipicu perintah pemerintah Hong Kong untuk menutup stasiun MTR.
Namun, seluruh stasiun metro dibuka pada awal Rabu. Meski beberapa jalur berjalan lebih lambat dari biasanya.
Alasannya, pekerja MTR sedang berupaya memperbaiki kerusakan akibat bentrokan. Pekerja menyiapkan layanan kereta untuk penggunanya yang hampir 6 juta orang menggunakan setiap hari.
Tak hanya MTR, banyak toko dan bisnis juga tutup pada hari Selasa. Hal itu dipicu pernyataan pengunjuk rasa yang ingin mengambil kesempatan berdemo yang bertepatan dengan Hari Nasional China.
Demonstran ingin mendorong seruan untuk demokrasi yang lebih besar bagi Hong Kong pada panggung internasional.
Advertisement
Imbas Protes yang Berlangsung pada Hong Kong
Protes yang berlangsung hingga saat ini telah menjerumuskan negara bekas koloni Inggris ke dalam krisis politik terbesarnya dalam beberapa dasawarsa. Serta, menimbulkan tantangan rakyat terhadap Presiden China, Xi Jinping sejak berkuasa.
Demo yang berlangsung juga berimbas pada sektor ekonomi. Diketahui Hong Kong menghadapi resesi pertama dalam satu dekade. Lebih daripada itu, terjadi perlambatan global dalam sektor ekonomi akibat adanya perang dagang antara Amerika Serikat dengan China.
Para aktivis dan pengunjuk rasa marah perihal campur tangan Beijing (China) dalam urusan Hong Kong, meskipun ada janji otonomi yang berlaku.
Sementara itu, China membantah klaim yang mengatakan pihaknya ikut campur dalam urusan Hong Kong. China justru menuduh pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat dan Inggris mengobarkan sentimen anti-China.
Reporter: Hugo Dimas