Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mempercepat penerapan larangan ekspor nikel menjadi 2020. Hal ini untuk mengenjar momentum pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
Kesubdit Pengawasan Eksplorsi Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Andi Firmanto mengatakan, kendaraan listrik semakin marak digunakan pada 2025 porsinya mencapai 20 persen dari peredaran seluruh kendaraan yang digunakan. Sedangkan 40 persen biaya produksi kendaraan listrik merupakan baterai.
Advertisement
"Negara maju pada 2025 penggunaan kendaraan listrik bisa sampai 20 persen. 40 persen biayanya itu baterai," kata Andi, di Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Andi melanjutkan, bahan baku baterai merupakan nikel yang sebagian besar berasal dari Indonesia. Sebab itu, pemerintah ingin mendorong peningkatan pengolahan nikel di dalam negeri sehingga dapat menciptakan nilai tambah.
"Teknologinya belon ada kita tuh dulu. Sekarang, akan mudah untuk mengolah ini di dalam negeri. Jadi nilai tambahnya akan banyak," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Demi Nilai Tambah Kendaraan Listrik
Agar Indonesia tidak ketinggalan momen tersebut, pemerintah pun telah mengeluarkan kebijakan mempercepat penerapan larangan ekspor nikel dari rencana awal pada 2022 menjadi 2020.
"Dengan adanya perkembangan dan percepatan ekonomi, kami kaji ulang makanya ada aturan Permen ESDM 11 Tahun 2019 (kebijakan larangan ekspor nikel pada 2020). Kita nggak mau kehilangan momentum," tuturnya.
Menurut Andi, Indonesia memasok 560 ribu ton nikel di seluruh dunia, dengan adanya kebijakan tersebut maka Indonesia akan memiliki posisi penting dalam pengembangan kendaraan listrik.
"Indonesia pemasok nikel terbesar di dunia. Jadi, penting posisi kita nih. Gak ada yang punya nikel kek punya kita nih," tandasnya.
Advertisement