Tak Sesuai Aturan ILO, Buruh Serukan Revisi PP Pengupahan

Berdasarkan praktik yang terjadi secara global, besaran upah ditentukan lewat perundingan antara pemerintah, pelaku usaha, dan buruh.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Okt 2019, 19:15 WIB
Massa aksi yang tergabung dari elemen mahasiswa, buruh, dan pelajar berorasi dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (30/9/2019). Aksi unjuk rasa tersebut menyikapi penolakan terhadap UU KPK dan sejumlah RUU yang dinilai bermasalah. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, sebaiknya mekanisme pengupahan tidak merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2015 tentang pengupahan. Dia pun meminta agar peraturan tersebut direvisi.

Pemerintah, ungkap dia, seharusnya tidak menetapkan upah minimum berdasarkan pertimbangan soal inflasi dan pertumbuhan ekonomi. "Kembali ke mekanisme pengupahan dimana Dewan Pengupahan yang menentukan penetapan upah minimum, bukan pemerintah pusat berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," kata dia, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (2/10/2019).

Berdasarkan praktik yang terjadi secara global, besaran upah ditentukan lewat perundingan antara pemerintah, pelaku usaha, dan buruh. "Seluruh dunia saya sebagai ILO governing body pengurus pusat ILO seluruh dunia namanya kenaikan upah minimum berdasarkan perundingan dewan pengupahan yang terdiri tiga unsur, buruh, pengusaha dan pemerintah," ujarnya.

"Bukan ditentukan sepihak pemerintah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," tegas dia.

Dia pun menambahkan, upah yang diterima buruh terlampau rendah akan memengaruhi kinerja ekonomi. Upah rendah, akan berdampak pada turunnya daya beli dan konsumsi. Ujung-ujungnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

"Itu terlalu kecil dan merugikan kaum buruh. Upah jadi kembali upah murah, daya beli menurun, konsumsi menurun, pertumbuhan ekonomi tidak tercapai," tandasnya.

 


Pembicaraan dengan Presiden

Massa buruh turun ke jalan saat gelar aksi di sekitar Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (2/10/2019). Puluhan ribu buruh dari berbagai daerah berunjuk rasa dalam rangka menolak revisi UU Ketenagakerjaan dan PP Nomor 78 Tahun 2015 serta menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Berdasarkan pembicaraan ketika bertemu Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, jelas Iqbal, mantan walikota Solo itu menyatakan bakal melibatkan buruh dalam proses revisi aturan yang berkaitan dengan nasib buruh. Termasuk revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2015 tentang pengupahan.

"PP 78 akan direvisi beberapa minggu ke depan dengan membentuk tim bersama, pengusaha, serikat buruh, dan juga dari pemerintah," imbuhnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya