Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, sebaiknya mekanisme pengupahan tidak merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2015 tentang pengupahan. Dia pun meminta agar peraturan tersebut direvisi.
Pemerintah, ungkap dia, seharusnya tidak menetapkan upah minimum berdasarkan pertimbangan soal inflasi dan pertumbuhan ekonomi. "Kembali ke mekanisme pengupahan dimana Dewan Pengupahan yang menentukan penetapan upah minimum, bukan pemerintah pusat berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," kata dia, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan praktik yang terjadi secara global, besaran upah ditentukan lewat perundingan antara pemerintah, pelaku usaha, dan buruh. "Seluruh dunia saya sebagai ILO governing body pengurus pusat ILO seluruh dunia namanya kenaikan upah minimum berdasarkan perundingan dewan pengupahan yang terdiri tiga unsur, buruh, pengusaha dan pemerintah," ujarnya.
"Bukan ditentukan sepihak pemerintah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," tegas dia.
Dia pun menambahkan, upah yang diterima buruh terlampau rendah akan memengaruhi kinerja ekonomi. Upah rendah, akan berdampak pada turunnya daya beli dan konsumsi. Ujung-ujungnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
"Itu terlalu kecil dan merugikan kaum buruh. Upah jadi kembali upah murah, daya beli menurun, konsumsi menurun, pertumbuhan ekonomi tidak tercapai," tandasnya.
Pembicaraan dengan Presiden
Berdasarkan pembicaraan ketika bertemu Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, jelas Iqbal, mantan walikota Solo itu menyatakan bakal melibatkan buruh dalam proses revisi aturan yang berkaitan dengan nasib buruh. Termasuk revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2015 tentang pengupahan.
"PP 78 akan direvisi beberapa minggu ke depan dengan membentuk tim bersama, pengusaha, serikat buruh, dan juga dari pemerintah," imbuhnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement