Pagi-Pagi Terbuai 'Jalir Janji' Nia Daniati

Lagu sunda sungguh syahdu dan menenteramkan jiwa pendengarnya.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 04 Okt 2019, 06:00 WIB
Konser Benny Panjaitan (Nurwahyunan/bintang.com)

Liputan6.com, Garut - susah senang sasarengan

pait manisnya duaan

ulah jalir jangji

(Susah senang bersama-sama, pahit manis berdua, jangan ingkar janji)

Potongan bait musik pop sunda yang dilantunkan penyanyi lawas Nia Daniati kerap diputar sebagian masyarakat Jawa Barat, terutama Garut, hingga hari ini.

Meskipun berisi syair kesedihan, namun musik tersebut seakan menjadi ‘bumbu penyemangat’ dalam berbagai kegiatan. Tak jarang mulai warung kopi hingga kendaraan umum semisal angkutan kota, bus selalu memutarkan lagu-lagu lawas pop sunda dengan ceria.

“Mendengarkan musik sunda itu seakan mengingatkan kampung halaman,” ujar Dandan Gandani, (47) salah satu penyuka musik khas sunda asal Garut, dalam obrolan hangatnya dengan Liputan6.com, Kamis (2/10/2019) petang.

Bagi masyarakat sunda, mendengar lagu kasmaran memang menjadi kebanggaan tersendiri. Deretan penyanyi pop sunda terkenal semisal Nia Daniati, Evi Tamala, Hetty Koe Endang, Nining Meida, Detty  Kurnia, hingga Rika Rafika kerap mengiringi setiap generasi.

Bahkan tak ketinggalan penyanyi pria pun bermunculan, sebut saja musisi Doel Sumbang, Darso, Yayan Jatnika hingga terkini generasi Entis Sutisna alias Sule, kerap mengeluarkan album bergendre sunda dengan penuh sukacita.

Menurut Dandan, pemutaran tembang musik sunda baik beraliran pop, maupun tradisional semisal tembang Cianjuran, memiliki nuansa sendiri bagi pendengarnya.

“Ada rasa yang tidak bisa digantikan, apalagi jika sambil menjiwai, terasa sekali maknanya,” kata dia.

Ia mencontohkan penggalan lagui ‘Jalir Janji’ di atas yang dipopulerkan penyanyi solo Nia Daniati, memberikan makna pentingnya menjaga menjaga janji suci bagi sepasang kekasih menjelang pernikahan. “Lagu sunda itu syarat makna,” kata dia.

Tak mengherankan, meskipun lagu sunda yang diputar cukup lawas, namun maknanya tetap terasa hingga kini.

“Banyak lagu Hetty Koes Endang, Nining Meida dan banyak lagi jika diputar sekarang tetap saja enak,” ujar dia bangga.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.


Hiburan Rakyat

Selain pementasan dalam sebuah kegiatan, pola pendidikan kesenian sunda perlu dilestarikan sejak dini kepada generasi muda (Liputan6.com/Jayadi Supriyadin)

Bagi masyarakat sunda, musik khas daerah memiliki makna tersendiri sebagai hiburan rakyat. Bahkan keberadaannya kerap menjadi obat pelipur lara bagi mereka yang tengah merantau di luat daerah. “Seperti ingat kampung halaman,” kata dia.

Ai Kartani Kadarisman, (72), salah satu seniman lawas Garut menilai, keberadaan musik sunda syarat makna dalam kehidupan masyarakat sunda.

“Musik sunda terutama Cianjuran itu jika dihayati mampu menyembuhkan orang sakit sekalipun,” ujar dia.

Sebagai pelatih utama musik Cianjuran, setiap syair dan bait yang terkandung dalam musik sunda, mampu memberikan rasa tersendiri bagi pendengarnya.

“Dulu musik Cianjuran hanya dinikmati menak bangsawan, sekarang sudah musik Cianjuran sudah bisa dinikmari seluruh masyatakat,” kata dia.

Ai menyatakan, sebagai pelopor musik sunda, tembang sunda Cianjuran memiliki syarat makna bagi kehidupan. “Selain hiburan ada nilai kehidupan dari generasi tua yang diturunkan melalui musik kepada generasi muda saat ini,” kata dia.

Meskipun hanya menggunakan alat musik tradisional, namun lirik musik yang dihasilkan mampu menjadi inspirasi dan penyemangat dalam kehidupan. “Dengan hadirnya musik, hati yang tadinya keras menjadi lebih lembut dan bersemangat,” ujar dia.

 


Sejarah Lagu Sunda

Selain menyampaikan pesan nada, tak jarang penyanyi sunda kerap berlaku jenaka dalam setiap lagu yang ditampilkannya (Liputan6.com/Jayadi Supriyadin)

Peredaran musik sunda tidak terlepas dari pupuh atau bait lagu yang terikat banyaknya suku kata dalam satu bait, jumlah larik, bunyi vokal akhir dalam tiap larik, dan permainan lagu yang dinyanyikan.

Dini Gandini, salah satu penembang (penyanyi) sunda mengatakan, munculnya lagu atau kawih sunda berasal dari pupuh 17 yang dipopulekan pelaku musik sunda sejak lama. “Dari pupuh itu kemudian muncul mamaos dan kawih,” ujar dia.

Para penyanyi sunda ujar dia, selalu memperhatikan 17 jenis pupuh sunda yang terbagi ke dalam dua kategori, yakni Sekar Ageung yang berisi empat jenis pupuh seperti kinanti, sinom, asmarandana dan dangdangdula

Sedangkan ‘Sekar Alit’ berisi 13 pupuh yakni, Pupuh Lambang, Maskumambang, Pucung, Ladrang, Balakbak, Pangkur, Magatru, Juru Demung, Mijil, Wirangrong, Gurisa, Gambuh, dan Durma.

“Setiap lagu sunda yang dinyanyikan patokan selalu mengarah ke sana (dua kategori),” kata dia menjelaskan.

Dalam prakteknya pupuh sekar ageung dapat dinyanyikan menggunakan lebih dari satu jenis lagu, sedangkan pupuh sekar alit hanya bisa dinyanyikan dengan satu jenis lagu.

“Lagu-lagu milik Nia Daniaty, Hetty Koes Endang dan lainya itu masuk kawih, ada juga tembang Cianjuran masuknya mamaos,” kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya