Saat Helikopter Water Bombing Karhutla Jadi Tontonan Warga Kumpeh Jambi

Warga Kumpeh berbondong-bondong ke titik lokasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) gambut di dekat desanya. Bukan untuk ikut memadamkan, tapi hanya ingin menonton.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 04 Okt 2019, 22:00 WIB
Sejumlah warga saat santai sembari menyaksikan helikopter waterboombing yang melakukan pemadaman di lokasi karhutla gambut di Dusun Puding, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muarojambi, Kamis (3/10/2019). (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jambi - Belasan warga di Dusun Puding, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muarojambi, Jambi, Kamis sore (3/10/2019), berbondong-bondong ke titik lokasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) gambut. Mereka yang datang itu bukan untuk memadamkan api, melainkan hanya menonton helikopter water bombing yang wara-wiri.

Pemadaman itu menjadi hiburan tersendiri bagi warga. Para orang tua membawa anaknya melihat proses pemadaman karhutla itu. Pasalnya lokasi pemadaman hanya setengah kilometer dari perkampungan mereka 

Muslimah (30) salah seorang warga Puding, Muarojambi, mengaku terpaksa datang menyaksikan helikopter pemadaman karhutla karena anaknya yang masih kecil merengek minta menonton. Meskipun asap sedikit pekat, baginya sudah biasa dan menyiasatinya dengan masker sehingga tidak khawatir.

"Anak tadi merengek dengar suaro helikopter itu, jadinya minta nengok dari dekat. Ya dari pada terus nangis jadinya diajak nengok lebih dekat," kata Muslimah kepada Liputan6.com di lokasi.

Helikopter water bombing 9N_AHT milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu berulang kali mondar-mandir dan melintas di bawah warga sambil membawa kantung air yang diambil dari sungai. Kemudian, air itu ditumpahkan di titik kebakaran hutan.

Saat helikopter itu melintas, tak jarang warga dari bawah mengabadikan dengan kamera ponsel. Bahkan, terkadang banyak anak-anak kecil yang melambaikan tangan ke atas seraya ingin disapa oleh helikopter dari atas.

'Itu kiro-kiro di dalam (helikopter) sano isinyo berapo orang yo," ujar Muslimah yang mengaku merasa penasaran dengan orang yang ada di dalam helikopter itu.

Sementara itu, warga lainnya Darmadi mengatakan, upaya pemadaman lewat udara itu telah dilakukan sejak tiga hari terakhir. Meski wilayah itu sudah diguyur hujan, namun belum bisa memadamkan kebakaran di lahan gambut.

"Semalam hujan. Tapi cuma gerimis kecil, kebakaran juga sudah dekat perkampungan warga. Kalau bisa helikopter ini madamkan disitu juga," tutur Darmadi.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Simak juga video pilihan berikut ini:


Karhutla Gambut Masih Membara

Lahan gambut masih membara di konsesi perusahaan sawit di Desa Puding, Kecamatan Kumpeh, Muarojambi, Kamis (3/10/2019). (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Sebagian besar wilayah Jambi dalam beberapa hari terakhir sudah diguyur hujan dengan intensitas sedang, termasuk di wilayah Kumpeh. Walau diguyur hujan, belum membuat sepenuhnya api padam terutama di lahan gambut yang masih menyimpan bara api di dalamnya.

Menurut Darmadi, kebakaran di kawasan gambut parah masih terjadi di lahan konsesi milik perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Bara Eka Prima (BEP). Hingga kini katanya, petugas satgas gabungan Karhutla masih berjibaku memadamkan api di lahan tersebut.

"Kabut asap masih pekat. Kalau angin berhembus ke arah kampung bau asapnya terasa, terutama saat malam sampai pagi," ujar Darmadi.

Berdasarkan analisis citra satelit lansat TM 8 yang dilakukan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat seluas 47.510 hektare kawasan hutan dan lahan di Jambi telah terbakar selama musim kemarau tahun ini.

"Dari total luasan yang terbakar ini separuhnya lebih atau seluas 28.889 hektare berada di kawasan gambut, tentu ini menyumbang kabut asap parah dan partikel debu yang berbahaya untuk kesehatan manusia," kata Direktur KKI Warsi, Rudisyaf kepada Liputan6.com, belum lama ini.

Luas kebakaran yang terjadi di Provinsi Jambi ini kata Rudi, hampir semuanya berada di dalam kawasan yang dibebani izin atau milik korporasi. Mereka dianggap lalai dan tidak bertanggung jawab terhadap kawasan yang dikelola sehingga terjadi kebakaran.

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi itu sebut Rudi, karena adanya ketidakpatuhan pemegang izin di kawasan konsesinya untuk mempertahankan muka air gambut minimal 40 centimeter di bawah permukaan tanah. Perusahaan juga dinilai tidak patuh menyiapkan sarana dan prasarana serta sumber daya dalam mitigasi karhutla.

"Mereka (perusahaan yang mengalami karhutla) tidak patuh, padahal PP No 57 tahun 2016 jelas mengatur untuk menjaga air di gambut," ujar Rudi.

Guna menyelamatkan Jambi dari bencana kebakaran yang berulang setiap kemarau, Warsi meminta kepada para pihak untuk mengembalikan gambut pada fokus utama sebagai daerah lindung, terutama gambut dalam. Di Provinsi Jambi terdapat 29.701 hektare gambut dengan kedalaman lebih dari 4 meter yang dibebani izin untuk HTI dan perkebunan kelapa sawit.

"Jadi harus dikembalikan fungsi gambutnya, kalau tidak maka kita akan selalu mengalami bencana asap setiap tahun," ucap Rudi memungkasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya