Rokok Elektrik di AS Picu Kematian hingga 18 Orang, Penyebabnya Masih Misterius

Setidaknya terdapat 18 korban meninggal dan 1.000 kasus mengenai penyakit paru-paru yang diakibatkan oleh rokok elektrik di AS.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Okt 2019, 15:33 WIB
Ilustrasi Rokok Elektrik atau Vape (iStockphoto)

Liputan6.com, AS - Setidaknya terdapat 18 korban meninggal dan 1.000 kasus mengenai penyakit paru-paru akibat rokok elektrik atau vape, yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan AS.

The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit menjelaskan bahwa peningkatan korban terjadi sejak pekan lalu. Dokter pun tidak bisa menentukan penyakit apa yang menyerang para korban.

Gejalanya mulai dari nyeri dada, kelelahan, hingga sesak nafas.

Dr. Anne Schuchat dari CDC mengatakan bahwa mungkin penyakit ini bisa berlanjut. Sesuai yang dikutip dari BBC, Jumat (4/20/2019).

"Ini adalah suatu masalah yang kritis, kita perlu mengambil langkah-langkah untuk mencegah kasus tambahan," ujar Dr. Anne.

Sakit yang dihubungkan dengan rokok elektronik ini sudah dikonfirmasi oleh 48 negara bagian, dengan korban jiwa di 15 sebagiannya. Rata-rata usia mereka yang meninggal adalah hampir 50 tahun, sedangkan yang termuda ada di umur 20-an dan yang tertua di umur 70-an.

Para penyelidik belum mengaitkan penyakit yang diderita oleh para korban dengan sebuah produk atau senyawa tertentu, tapi yang bisa dipastikan adalah minyak dalam rokok elektronik tersebut mengandung THC, sebuah bahan psikoaktif dalam ganja yang bisa menimbulkan banyak resiko penyakit besar.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Simak Video Pilihan Berikut:


Penggunaan Rokok Elektronik Sudah Mulai Dilarang

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan serius untuk melarang penjualan dan impor rokok elektronik (e-cigarette). Alasan utama pelarangan rokok elektrik ini adalah kesehatan, Jakarta, Selasa (19/05/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, CDC sudah menyarankan pada masyarakat untuk berhenti menggunakan produk rokok elektronik, terlepas dari mereka yang mengandung nikotin atau ganja. Hingga kini pun beberapa negara di AS juga sudah melarang penggunaannya. Yang baru-baru ini adalah Massachusetts.

Bulan lalu, Presiden Donald Trump mengatakan bahwa rokok elektronik adalah sebuah masalah baru yang utamanya mengancam generasi muda.

Staf otoritas bawahan Trump berencana untuk menarik rokok-rokok elektronik yang punya rasa buah-buahan dari pasar AS (terkecuali produknya sudah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA)). Hal ini diupayakan untuk membuatnya tidak menarik lagi bagi konsumen muda.

CDC juga mengumumkan korban jiwa karena rokok elektrik ini terjadi di negara bagian Alabama, California, Delaware, Florida, Georgia, Illinois, Indiana, Kansas, Minnesota, Mississippi, Missouri, Nebraska, New Jersey, Oregon, dan Virginia.

 

Reporter: Windy Febriana


Seorang Pria Selamat Setelah Terbakar Akibat Vape

Penampakan rokok elektrik NCIG oleh Nasty dan Hex saat peluncuran di Jakarta, Jumat (22/3). Pemerintah menerapkan tarif cukai pada rokok elektrik. (Liputan6.com/HermanZakharia)

Kasus lain terkait rokok elektrik dialami seorang pria di Inggris. Ia mengaku "beruntung masih hidup" usai terbakar akibat vape miliknya meledak saat ia mengemudi.

Ledakan itu membakar tubuhnya dan mobil yang dikendarainya. Ia juga mengalami luka bakar serius tingkat 3, demikian seperti dikutip dari Fox News, Minggu 11 Oktober 2019.

Will Hawksworth (24), seorang pemain golf profesional yang namanya terdaftar di PGA, mengatakan bahwa ia sedang mengemudi ketika baterai pada mesin vape-nya meledak. Ledakan kemudian membakar pakaian yang dikenakan pemuda itu.

Padahal, Hawksworth mengklaim bahwa baterai vape masih baru.

Selengkapnya...

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya