Kaya Manfaat, Warga di Kampung Surabaya Ini Sulap Katuk Jadi Produk Kuliner

Surabaya termasuk salah satu kota yang memiliki banyak kampung yang unik. Salah satunya adalah Kampung Katuk Lontar, yang mengolah daun katuk menjadi hidangan.

oleh Liputan Enam diperbarui 05 Okt 2019, 04:00 WIB
Ilustrasi Taman di Surabaya, Jawa Timur (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Surabaya, Jawa Timur termasuk salah satu kota yang memiliki banyak kampung. Bukan kampung biasa, kampung di Surabaya juga dapat menjadi tujuan wisata.

Beberapa kampung di Surabaya, disulap menjadi kampung yang menarik dan bersih. Selain itu, produktivitas dari warga setempat itu sendiri juga menjadi daya tarik kampung di Surabaya.

Salah satu contohnya adalah Kampung Lontar, Surabaya. Ada yang unik dari Kampung RT 6 RW 5 Lontar ini. Sepanjang kampung ini dipenuhi dengan tanaman hijau yang membuat hawa semakin sejuk.  Salah satu tanaman yang banyak tumbuh di kampung ini adalah tanaman katuk. 

Katuk adalah spesies tumbuhan yang hanya terdapat di Asia Tenggara. Selain dapat menjadi penghias kampung, daun katuk ini juga dikembangkan menjadi produk yang bisa dijual.  

Walau berupa tanaman obat keluarga (toga), kampung ini tak menjual katuk sebagai tanaman obat. Melansir dari Instagram Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, @ericahyadi_, katuk di kampung ini dikemas menjadi produk kuliner.

Kampung ini mengolah daun katuk menjadi berbagai makanan. Mulai dari puding, es krim, hingga peyek menggunakan daun katuk sebagai bahan utama.

Kampung Katuk sudah berlangsung kurang lebih selama satu tahun. Eri Cahyadi menuturkan, pihaknya mewujudkan smart city berkelanjutan dari green and clean. Jadi semua kampung itu harus mempunyai produk unggulan yang dapat menjadi ciri khas kampung tersebut. Produk unggulan dari kampung tersebut akan memutar perekonomian.

Pihaknya sebagai pemerintah memfasilitasi untuk ikut memasarkan dan mengembangkan produk dari kampung itu. Hasil dari penanaman kapuk lontar itu dijual untuk masyarakat sekitar dan lewat media online sehingga bisa menggerakkan ekonomi kampung tersebut.

"Membantu apa kebutuhan mereka dan memberikan tenaga yang berpengalaman untuk mengembangkan misal bagaimana merawat, memelihara dan membudidayakannya," ujar Edi saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (5/10/2019).

Eri Cahyadi mengungkapkan akan membantu jaringan pemasaran untuk produk Kampung Katuk Lontar di Surabaya.

"Sebab, pemerintah kota ini kuat jaringannya, sedangkan warga kuat produknya. Kalau sudah bisa mencapai skala industri, swasta akan kita libatkan agar produksi dan penjualannya meroket. Aamiin,” tulis Eri dalam akun instagram.

 

 

*** Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Khasiat Daun Katuk

Konsumsi Daun Katuk dapat Memperlancar Produksi ASI?

Daun katuk adalah salah satu tanaman yang memiliki banyak zat penting di dalamnya. Kandungan yang terdapat dalam daun katuk mencakup protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi dan vitamin (A,B,C). Hal itu membuat tanaman yang bernama latin Sauropus adrogynus ini menyimpan banyak manfaat. 

Bagi  ibu yang sedang menyusui (busui), daun katuk dapat meningkatkan produk Air Susu Ibu (ASI). Ekstrak daun katuk dapat meningkatkan kuantitas produk ASI hingga 50,7 persen. Hal ini disebabkan dari asam float, Vitamin A, B, C yang terkandung dalam daun katuk.

Daun berwarna hijau tua ini tak hanya sebatas memperlancar ASI saja. Melansir dari situs dinkes.surabaya.go.id, daun katuk memiliki khasiat untuk menjaga kesehatan mata. Selain itu, daun katuk juga dapat membantu pencegahan anemia, osteoporosis, dan sembelit.

Dalam 100 gram daun katuk, terkandung berbagai komposisi zat gizi, meliputi energi 58 kalori, protein 6,4 gram, lemak 1 gram, hidrat arang 9,9 gram, serat 1,5 gram, kalsium 233 Mg, fosfor 98 Mg, besi 3,5 Mg, karoten (vitamin A) 10020 Mcg, vitamin C 164 Mg, air 81 gram. 

Pengolahan daun katuk harus dilakukan secara hati-hati. Kualitas daun katuk, khususnya sebagai pelancar ASI, akan berkurang bila dimasak terlalu lama. Untuk itu, proses memasaknya hanya dibutuhkan waktu tiga menit saja setelah air mendidih. 

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya