Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing masuk ke Indonesia (capital inflow) dari awal tahun hingga 3 November 2019 sebesar Rp 192,6 triliun. Aliran modal tersebut masuk melalui berbagai instrumen.
"Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 137,9 triliun dan saham sebesar Rp 52,4 triliun," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo saat ditemui di Mesjid Kompleks Gedung BI, Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Sementara sisanya masuk dari berbagai instrumen lain seperti obligasi korporasi dan SBI.
Dia menegaskan lancarnya aliran modal asing yang masuk ke Indonesia menandakan bahwa perekonomian nasional dipandang memiliki prospek yang baik dan investasi imbal hasil yang menarik oleh investor.
Baca Juga
Advertisement
"Ini menggambarkan secara keseluruhan bahwa aliran masuk modal asing ke SBN tuh masih terus berlanjut membuktikan bahwa imbal hasil tetap menarik dan juga prospek ekonomi yang menarik," ujarnya.
Sementara itu, di pasar saham sempat terjadi outflow di minggu ini. Namun outflow dapat tertutup oleh derasnya inflow pada SBN.
"Week to date sampai dengan 3 Oktober itu SBN nya yang masuk 3,14 triliun, tapi terjadi outflow-nya di saham 0,84 triliun sehingga nett inflownya 2,34 triliun," ujarnya.
Dia menjelaskan itu merupakan hal yang wajar karena saham sangat sensitif. "Kalau saham memang tetap volatile keluar masuk karena memang banyak juga dipengaruhi oleh faktor-faktor global apa yang terjadi di Amerika maupun di negara yang lain," tutupnya.
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.
Saksikan video pilihan berikut ini:
BI: Aliran Modal Asing Topang Penguatan Rupiah
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan, nilai tukar rupiah ke depan akan menguat seiring dengan tetap terjaganya aliran modal asing yang masuk ke dalam negeri.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, rupiah pada Agustus ini telah mengalami penguatan hampir 1 persen dibanding akhir tahun lalu.
"Rupiah sampai dengan 21 Agustus 2019 secara point to point menguat sebesar 0,98 persen dibandingkan level akhir tahun 2018," jelas dia di Gedung Bank Indonesia, Kamis (22/8/2019).
BACA JUGA
Ke depan, ia memandang, nilai tukar Rupiah tetap stabil sesuai dengan mekanisme pasar yang terjaga. Prakiraan ini ditopang prospek aliran masuk modal asing ke Indonesia yang tetap terjaga seiring ekonomi domestik yang tetap baik dan imbal hasil yang menarik, serta dampak positif kebijakan moneter longgar di negara maju.
"Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar dan memperkuat pembiayaan domestik, Bank Indonesia terus mengakselerasi pendalaman pasar keuangan, baik di pasar uang maupun valas," ujar dia.
Sebagai catatan, rupiah pada Juli 2019 mengalami apresiasi 0,8 persen secara point to point dibandingkan dengan level akhir Juni 2019, dan 1,3 persen secara year on year (YoY) dibandingkan dengan level Juni 2019.
"Perkembangan ini ditopang berlanjutnya aliran masuk modal asing sejalan persepsi positif investor asing terhadap prospek ekonomi nasional dan daya tarik aset keuangan domestik yang tetap tinggi," sambung Perry.
Namun begitu, rupiah pada Agustus ini sempat mengalami depresiasi 1,6 persen secara point to point dan 1,4 persen secara rata-rata dibandingkan dengan Juli 2019. Perry menyebutkan, itu merupakan dampak dari kembali memanasnya atmosfir perang dagang (trade war) antara Amerika Serikat (AS) dan China.
"Sejalan pergerakan mata uang global, rupiah pada Agustus 2019 melemah dipengaruhi ketidakpastian pasar keuangan dunia akibat kembali meningkatnya ketegangan hubungan dagang antara AS dan Tiongkok," pungkas dia.
Advertisement