Liputan6.com, Jakarta Menurut laporan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat, masalah kesehatan terkait penggunaan vape telah mencapai 1.080 kasus. Termasuk di dalamnya 18 kematian dari 15 negara bagian.
"Kami khawatir bahwa masih banyak produk yang berisiko di luar sana," ucap Wakil Direktur Utama CDC, Dr. Anne Schuchat seperti dilansir Live Science, Sabtu (5/10/2019).
Advertisement
Pada pekan lalu, terdapat 275 kasus masalah kesehatan terkait vape. Mengingat masalah kesehatan terkait vape semakin meningkat dan mengancam jiwa, CDC merekomendasikan untuk tidak lagi menggunakan rokok elektronik, terutama yang mengandung THC (Tetrahydrocannabinol) yakni senyawa aktif yang biasa terdapat di dalam tanaman ganja.
Dari 578 pasien yang sakit akibat vape, 78 persen dilaporkan menggunakan produk yang mengandung THC. Selain itu, masih banyak pasien yang mendapatkan produk tersebut secara ilegal di jalanan.
"Laporan ini difokuskan pada wilayah tertentu seperti Illinois dan Wisconsin, sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa penyakit ini hanya disebabkan oleh pembelian produk secara ilegal," ucap Schuchat.
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.
Berdampak pada Paru
Sebelumnya, para peneliti juga menemukan vitamin E asetat pada kandungan produk vape, yang menunjukkan bahwa minyak bisa menumpuk di paru-paru manusia dan menyebabkan penyakit. Tetapi kandungan ini tidak berada pada semua produk.
Ratusan orang yang memeriksakan kondisinya ke rumah sakit memiliki gangguan sesak napas, batuk, nyeri di dada, bahkan mual, muntah, demam, dan penurunan berat badan setelah mengonsumsi vape. Walaupun masih belum jelas apakah vape benar-benar menjadi penyebab utama dari gangguan tersebut.
"Yang jelas, terjadi kerusakan serius di paru mereka. Dan,kami pun tidak tahu seberapa lama orang akan pulih kembali dari kondisi tersebut, atau kerusakan pada paru-parunya mungkin permanen," ucap Schuchat.
Saksikan juga video menarik berikut:
Advertisement