Liputan6.com, Jakarta - Kopi susu berbanderol harga cukup terjangkau dan dikemas secara kekinian telah kurang lebih tiga tahun wara-wiri mewarnai opsi dunia kuliner. Primadona dari fenomena ini sebenarnya bukanlah pemain baru.
Ya, berdasarkan keterangan Head Trainer ABCD School of Coffee Willy Sidewalk, kopi susu sebenarnya sudah jadi bagian dari tradisi di banyak negara sejak bertahun silam. Tapi, seiring waktu, dinamika pun terjadi di dunia perkopian.
Ketika memasuki era lifestyle, sambung Willy, berkaca pada menjamurnya kedai kopi modern, publik mulai diperkenalkan dengan kopi susu jenis cappuccino ataupun latte. "Jadi, es kopi susu kekinian adalah pengulangan dengan kemasan berbeda," katanya lewat pesan elektronik pada Liputan6.com, Jumat, 4 Oktober 2019.
Kopi susu menjelma jadi budaya pop, menurut Willy, dicetuskan Kopi Tuku dengan andalan menu es kopi susu tetangga. "Mereka menyajikan es kopi susu ditambah gula aren dengan kemasan gelas plastik yang di-seal sehingga terlihat 'murah'," paparnya.
Baca Juga
Advertisement
Harga yang memang cukup ekonomis membuatnya kian booming di tengah gempuran kedai kopi dengan harga menu dinilai cukup memberatkan kantong. Istilah kopi susu'naik kelas' yang semula hanya disajikan di warung kopi dinilai Willy hanya soal segmentasi.
"Kopi susu tradisional di warung memang sederhana karena mereka rata-rata membuka warung bukan untuk tren, tapi memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar," papar Penulis buku Barista #NoCingCon tersebut.
Kopi susu kekinian umumnya dikelola anak muda yang jauh lebih kreatif dalam membangun image, branding,dan matang secara konsep.
"Yang jadi kendala (sekarang), banyak dari merek-merek es kopi susu yang beredar saat ini begitu menarik dari segi konsep dan marketing, tapi kualitas rasa malah kurang diperhatikan," sambungnya.
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penyaluran Idealisme
Adalah Sagaleh, merek yang juga menjagokan kopi susu di deretan menunya. Memulai bisnis sejak April 2017, merek asal Jakarta ini muncul di era awal perkopisusuan di Ibu Kota. "Waktu itu baru ada Tuku dan Sana," kata Co-Founder Sagaleh Dhydha Maryudha lewat sambungan telepon, Jumat, 4 Oktober 2019.
Karenanya, Sagaleh jadi media Dhydha dan saudara-saudaranya untuk menyalurkan ideologi dengan memiliki identitas sendiri dan tak mengejar pasar merek kopi susu, seperti Tuku, yang sudah lebih dulu.
"Kami sebetulnya waktu itu lagi tunggu serah terima bisnis orangtua, akhirnye bikin proyek iseng, tapi ada seriusnya," kata Dhydha. Dari awal, nuansa kopi rumahan dengan biji kopi autentik jadi canangan bisnis enam saudara tersebut.
Yang berbeda, Sagaleh tak pakai gula aren seperti es kopi susu kebanyakan, namun racikan gula putih yang biasa dipakai di rumah makan padang milik orangtua mereka. Di samping, mereka sengaja membuat kopi susu dengan cita rasa kopi lebih nendang dari kebanyakan kopi susu merek lain.
"Karena keterbatasan modal, jadi kami tidak bisa beli mesin kopi. Akhirnya putusin pakai mokapot. Dari alat ini, racikan kopi Sagaleh berbeda secara tekstur dengan rasa lebih bold," paparnya.
Memiliki komposisi 70 persen arabika dn 30 persen robusta, kopi dasar Sagaleh selalu pastikan sama. Trial and error pun sempat dilakukan di bulan-bulan pertama pemasaran.
Soal alasan kopi susu akhirnya hype, Dhydya beranggapan, sebenarnya minuman satu in sangat dasar dan orang psti minum. "Cuma di-twistng dengan berbagai macam varian," katanya.
Bukan takaran saklek, Dhydha mengatakan, kopi susu sangat mungkin dibuat ke berbagai varian menarik. 'Permainan' ini dilakukan di bahan baku gula maupun air. Misal, diganti dengan air kelapa.
Kedai kopi yang bakal buka empat cabang baru hingga akhir tahun ini sendiri tengah meramu minuman meng-highlight cincau. "Jadi, saat semua orang serba boba, kami buat tren baru. Cincau lebih sehat," ujarnya,
Inovasi ini menurut Dhydha yang akan membuat kopi susu langgeng. Berbeda dengan pandangan Willy yang malah mengamati kopi susu sebagai tren yang sewaktu-waktu bisa lenyap.
"Tapi, kalau bicara bisnis di industri kopi, sudah terbukti bahwa kedai kopi bisa bertahan hingga berpuluh hingga ratusan tahun," katanya.
Advertisement