Apa Kabar Kasus Dugaan Korupsi Biaya Operasional dan Pokir di Garut?

Sudah enam bulan berlangsung, namun hingga kini status hukum dugaan kasus korupsi berjamaah itu belum jelas.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 05 Okt 2019, 22:00 WIB
Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto bersama Koordinator GGW Garut Agus Gandhi saat memberikan penjelasan kepada sejumlah media di Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Indonesia Corruption Watch (ICW) mencium adanya dugaan korupsi berjamaah bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Garut, Jawa Barat Periode 2014-2019.

Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengatakan, penyelidikan kasus dugaan korupsi pokok pikiran (pokir) dan Biaya Operasional) BOP, yang melibatkan seluruh bekas anggota DPRD Garut harus diusut secara tuntas.

"Jangan terlalu lama (penyelidikan) sebab khawatir barang buktinya menguap," ujar dia di Garut, Jumat (4/10/2019) petang.

Menurutnya, kasus dugaan korupsi berjamaah pokir dan BOP bukan merupakan kasus baru dalam ranah anggota dewan, sehingga kejaksaan harus lebih sigap melakukan penanganan.

"Yang di Malang terjerat semua, di Kebumen juga terungkap, terbaru di Sulbar (Sulawesi Barat), masa di Garut tidak bisa diungkap?," ujar dia mengkritik.

Penyelidikan yang dilakukan kejaksaan negeri Garut terbilang lamban dan jalan di tempat, tanpa memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

"Berikan penjelasan yang kongkrit, apakah kasus ini punya indikasi kuat (korupsi) atau tidak, jangan sampai digantung," papar dia.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari lapangan, lembaganya mencatat pemeriksaan dan penyelidikan dua kasus berjamaah bekas anggota dewan itu sudah berlangsung lebih dari enam bulan.

"Ayo dong tunjukan kinerjanya kejari Garut, masa kalah sama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," pinta dia.

Sejak kasus itu mencuat awal tahun ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut langsung menggelar pemeriksaan maraton. Mulai dari anggota dewan, para pendampingnya, para staf dan pejabat Sekretariat Dewan termasuk Dinas dan sejumlah rekanan.

"Masa dari lebih 100 yang diperiksa belum menunjukan adanya indikasi (tersangka korupsi)," kata dia heran.

Dengan semakin besarnya dukungan masyarakat, berharap agar kejari Garut segera memberikan kepastian hukum mengenai dugaan dua kasus berjamaah tersebut. "Pokir ini adalah aspirasi masyarakat, dalam aturan hukum itu tidak ada," kata dia.

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.


Modus Lama

Kantor Kejaksaan Negeri Garut jalan Merdeka, Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Koordinator Garut Governance Watch (GGW) Agus Gandhi mengatakan, dugaan kasus korupsi berjamaah pokir dan BOP merupakan modus lama yang hanya berganti nama.

"Dulu namanya jaring asmara, kemudian dana aspirasi, sekarang pokir, intinya sama saja," ujar dia.

Menurutnya, kejari Garut memiliki kewengan lebih dalam penanganan kedua kasus itu, terlebih sudah banyak bukti yang menyatakan adanya dugaan praktek rasuah dalam kasus itu. “Sekarang yang diperiksa kan hanya dua tahun terakhir, terus yang 2014 hingga 2016 bagaimana?,” tanya dia.

Dalam catatan lembaganya, rata-rata potongan proyek yang dilakukan anggota dewan terhadap rekanan berkisar antara 10-15 persen, untuk satu item program yang diusung.

"Ini ada sebuah pertanyaan besar jangan-jangan ada mafia peradilan di Garut ?," kata dia.

Meskipun pemeriksaan telah rampung, namun anehnya hingga kini belum ada satu pun bekas anggota dewan dan pihak lain yang terjerat kasus tersebut.

"Kejaksaan itu lembaga negara yang independen, jangan takut diintervensi," kata dia geram.

Dengan semakin lambannya pemeriksaan, lembaganya khawatir proses pemeriksaan dugaan kedua kasus korupsi berjamaah itu, bakal menguap begitu saja.

"Mohon segera berikan kepastian hukum bagi publik, ini kan duit rakyat jangan seenaknya," ujar dia.


Laporan ke Kejagung

Kantor Kejaksaan Negeri Garut jalan Merdeka, Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Agus menyatakan, di tengah lambannya pemeriksaan yang dilakukan kejari Garut, lembaganya berencana melaporkan dugaan kasus korupsi berjamaah itu, ke pihak Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti. "Secapatnya akan kami proses," kata dia.

Upaya itu ujar dia, cukup beralasan di tengah lambannya pemeriksaan yang dilakukan kejari saat ini.

"Kalau tidak mampu di daerah serahkan ke Kejari (Kejaksaan Tinggi) atau ke Jampidsus," ujar dia.

Agus menyatakan, pemeriksaan kasus itu jangan berhenti di tengah di jalan, meskipun penyidik kejari Garut tidak banyak, namun dugaan kasus itu harus menjadi perhatian serius pihak kejaksaan.

"Enam bulan itu lama, harus ada progres dong, kami akan terus kawal kasus ini hingga terang benderang," ujar dia.

Hal senda disampaikan Agus Gandhi, menurutnya upaya pelaporan ke Kejaksaan menjadi alternative jika pemeriksaan yang dilakukan kejari Garut berjalan ditempat.

"Intinya harus ada keputusan sehingga memberikan kepastian hukum bagi masyarakat," kata dia.

Dengan upaya itu, lembaganya berharap agar kejari Garut memberikan perhatian serius untuk mengungkap kasus tersebut hingga ke akarnya.

"Jika tidak bisa diungkap saat ini, khawatir praktek itu (korupsi berjamaah) bakal kembali terulang oleh anggota dewan baru saat ini," ungkapnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya