Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pusat Pengkajian Pancasila Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan, ada beberapa cara bagi Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menyelesaikan masalah kontroversi pengesahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
Salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) penangguhan.
Advertisement
"Yang belum muncul dan sempat diwacanakan adalah Perppu penangguhan, Perppu penangguhan berlakunya Revisi UU KPK, setelah revisi UU KPK diundangkan, keluarkan Perppu, tangguhkan selama satu tahun," kata Bayu di Kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (5/10/2019).
Bayu menjelaskan, Perppu itu bisa memberi waktu satu tahun untuk membahas kembali UU KPK. Sehingga, rumusan UU KPK bisa menjadi lebih baik.
"Selama satu tahun Presiden mengajak DPR untuk bahas lagi, dilakukan perubahan kembali atas revisi ini, mana yang bener ditolak itu dibuang, mana yang diperlukan untuk efektifnya pemberantasan korupsi di KPK tetap ada," ungkapnya.
"Jangan seperti kemarin terburu buru, tertutup, tidak partisipatif. Undang semua pihak, masyarakat sipil, KPK, satu tahun ini waktu yang cukup untuk membahas lagi revisi UU KPK," sambung Bayu.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Perppu Tak Tabu Dikeluarkan
Bayu menegaskan, Perppu penangguhan ini bukan hal yang tabu untuk dikeluarkan. Pasalnya, pada kepemimpinan Presiden Soeharto dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Perppu semacam itu pernah dikeluarkan.
Saat kepemimpinan Soeharto, Perppu Penangguhan Tentang Pajak Pertambahan Nilai dikeluarkan. Sedangkan era SBY dikeluarkan Perppu tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial, serta Perpppu tentang Penangguhan Peradilan Perikanan.
"Jadi bayangkan tanpa ada penolakan publik saja, Presiden SBY menganggap karena belum siap maka ditunda satu tahun. Jadi ada kebiasaan dalam tata negara kita, penangguhan itu satu hal yang lazim dalam konteks ketatanegaraan," ucapnya.
Bayu menambahkan, jika dikeluarkan Perppu, maka UU yang sudah disahkan tidak akan berlaku. UU yang berlaku adalah UU yang lama sebelum ada revisi UU KPK.
"Ada tiga hal keuntungannya, satu KPK bisa bekerja seperti sedia kala, kedua DPR nggak kehilangan muka karena Presiden bukan membatalkan tapi menangguhkan, ketiga, kewibawaan Presiden terjaga bukan tidak konsisten tapi Presiden menangguhkan sambil mencari proses legislasi biasa yang partisipatif," dia mengakhiri.
Sumber: Merdeka.com
Reporter: Sania Mashabi
Advertisement