Lebih dari 100 Gempa Guncang Maluku, BMKG: Ada Pelajaran yang Perlu Ditarik

Lebih dari 100 gempa susulan mengguncang Maluku, dari kejadian tersebut ada pelajaran berharga yang ditarik.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 06 Okt 2019, 15:00 WIB
Banyak penyintas yang memutuskan akan tetap di pengungsian hingga masa tanggap darurat gempa Maluku berakhir pada 9 Oktober 2019. (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Liputan6.com, Maluku Sejak Gempa Maluku Magnitudo 6,5 yang terjadi pada Kamis lalu (26/9/2019), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, lebih dari 100 gempa dirasakan oleh warga. Sebanyak 116 gempa dirasakan hingga 5 Oktober 2019 pukul 21.00 WIT, sedangkan gempa susulan berjumlah 1.077 kali.

Dari gempa Maluku yang terjadi, Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG Daryono menyampaikan, ada pelajaran yang bisa dipetik. Bahwa masyarakat perlu mewaspadai jalur sesar aktif. Sumber gempa berasal dari segmen Sesar Kairatu berupa sesar mendatar dengan strike relatif dari barat ke timur.

"Apabila melihat catatan historis, gempa dan tsumami pernah terjadi pada segmen sesar tersebut, tepatnya pada 30 September 1899. Pada saat itu, gempa berkekuatan Magnitudo 7,8, yang berujung tsunami. Bencana itu mengakibatkan sekitar 4.000 orang tewas," jelasnya, mengutip keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Minggu (6/10/2019).

Masyarakat juga diingatkan meskipun gempa Maluku dengan magnitudo relatif kecil kekuatannya dapat merusak bangunan. Oleh karena itu, penting mendirikan bangunan tahan gempa dan tata ruang pantai aman tsunami.

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Simak Video Menarik Berikut Ini:


Cara Selamat Hadapi Gempa

Banyak penyintas yang memutuskan akan tetap di pengungsian hingga masa tanggap darurat gempa Maluku berakhir pada 9 Oktober 2019. (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Seiring potensi bahaya di kawasan sesar, Daryono melanjutkan, evakuasi mandiri dan cara selamat menghadapi gempa perlu dilatih. Ini berupaya sebagai kesiapsiagaan terhadap gempa dan tsunami.

Data Pos Komando (Posko) Penanganan Darurat Bencana Gempa Provinsi Maluku per 5 Oktober 2019 pukul 18.00 WIT, korban meninggal sebanyak 37 orang, luka berat 36, luka ringan 1.231, dan mengungsi 135.875 orang.

Gempa tidak hanya mengakibatkan korban jiwa, tetapi kerusakan infrastruktur. Di sektor pemukiman, total rumah rusak mencapai 6.975 unit. Jumlah rusak berat 1.914 unit dengan rincian Kabupaten Maluku Tengah 1.339, Seram Bagian Barat 285 unit, dan dan Kota Ambon 230 unit.

Rumah rusak sedang di Kabupaten Maluku Tengah sebanyak 1.101 unit, Seram Bagian Barat 469 unit, dan Kota Ambon 241 unit. Pada kategori rusak ringan mencapai 3.250 unit dengan rincian di Kabupaten Maluku Tengah 2.641 unit, Kota Ambon 546, dan Seram Bagian Barat 333 unit.


Bantuan Makanan Khusus dan Tenaga Kesehatan

Banyak penyintas yang memutuskan akan tetap di pengungsian hingga masa tanggap darurat gempa Maluku berakhir pada 9 Oktober 2019. (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Posko di wilayah-wilayah terdampak gempa Maluku sudah melakukan upaya penanganan. Misal, posko kesehatan personel memberikan bantuan makanan khusus bagi balita (PMT) dan mengidentifikasi makanan tambahan yang dibutuhkan selama di pengungsian.

"Posko juga mengkoordinir pendistribusian logistik kepada warga terdampak," ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Agus Wibowo.

Selama penanganan darurat, ada beberapa kendala dihadapi di lapangan. Pengungsian yang ada tersebar dan tidak berada pada titik kumpul pada masing-masing desa atau dusun. Ini sangat menyulitkan terkait pendataan angka pengungsi dan pendistribusian logistik.

Beberapa jenis logistik minim, seperti tenda atau terpal. Sejumlah kebutuhan yang masih diperlukan selama penanganan darurat berupa selimut, matras, air minum, air bersih, dan kebutuhan logistik kesehatan.

"Kebutuhan tenaga kesehatan juga masih dibutuhkan, yakni dokter umum, bidan dan perawat, apoteker, dan tenaga psikososial. Ada juga terbatasnya sarana dan prasarana dalam distribusi air bersih, terputusnya akses jalan, dan jembatan sehingga memengaruhi pasokan bahan bakar ke Seram Bagian Barat," tutup Agus.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya