KPAI Sayangkan Sikap Disdik Manado Terkait Siswa Meninggal Usai Dihukum

Menurutnya, pemerintah hanya wajib memberikan pelindungan hukum kepada guru ketika menjadi korban, bukan pelaku pidana.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Okt 2019, 04:44 WIB
Komisioner KPAI Retno Listyarti (ketiga kiri) memberi keterangan terkait kasus dugaan perisakan terhadap anak tersangka pengguna sabu NN di Jakarta, Selasa (23/7/2019). Bersama perwakilan sekolah, KPAI membantah kasus dugaan perisakan yang menimpa anak tersebut. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyayangkan pernyataan pejabat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Manado di media daring atas kasus siswa salah satu SMP swasta yang meninggal usai menjalani hukuman fisik akibat terlambat sekolah.

"Pejabat tersebut menyatakan pihaknya akan memberikan pendampingan kepada semua, baik oknum guru maupun sekolah," katanya melalui pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (6/10/2019).

Retno mengatakan, sikap tersebut tidak sesuai dengan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal tersebut menyatakan, pemerintah pusat dan daerah wajib memberikan pelindungan hukum kepada guru ketika menjadi korban, bukan pelaku pidana.

Dilansir Antara, Retno mendesak Disdik Kota Manado seharusnya melakukan pemeriksaan kepada pihak sekolah dan menonaktifkan oknum guru yang diduga sebagai penyebab korban meninggal selama proses penyelidikan oleh polisi.

"Hal itu untuk menimbulkan efek jera dan terapi kejut bagi sekolah lain yang mungkin juga masih menerapkan hukuman fisik kepada siswanya," tuturnya.

Menurut Retno, sekolah korban juga seharusnya mendapatkan teguran keras, bahkan sanksi atas peristiwa tersebut karena diduga masih menerapkan disiplin dengan pendekatan hukuman fisik yang membahayakan keselamatan anak.

"Kepala SMP tempat korban bersekolah membenarkan korban dan tujuh anak lainnya hari itu mendapatkan hukuman fisik karena terlambat sekolah. Dari penjelasan tersebut, diduga kuat hukuman fisik bagi anak yang terlambat biasa dilakukan," katanya.

Siswa salah satu SMP swasta di Kota Manado, Sulawesi Utara meninggal diduga akibat kelelahan setelah menjalani hukuman fisik karena datang terlambat ke sekolah.

Korban bersama tujuh siswa lainnya yang terlambat dihukum dijemur di halaman sekolah selama 15 menit, kemudian harus keliling lapangan halaman sekolah sebanyak 20 kali.

Baru empat kali putaran, korban tersungkur dan tidak sadarkan diri. Korban sempat dilarikan ke Rumah Sakit Angkatan Udara, kemudian dirujuk ke rumah sakit lain hingga akhirnya dinyatakan meninggal di Rumah Sakit Malalayang.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya