Jokowi Disarankan Terbitkan Perppu Dibanding Legislative Review

Presiden tengah melakukan kalkulasi politik dua opsi yaitu penerbitan Perppu dan legislative review UU KPK.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Okt 2019, 07:51 WIB
Presiden Joko Widodo didampingi Kepala Staf Kepresiden Moeldoko dan Mensesneg Pratikno menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Jokowi menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK. (Liputan6.com/HO/Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi hingga saat ini belum menentukan sikap terkait masalah kontroversi pengesahan UU KPK. Saat ini Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut sedang melakukan kalkulasi politik dua opsi yaitu penerbitan perppu dan legislative review UU KPK.

Direktur Jaringan dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi menyarankan, Jokowi mengeluarkan perppu dibandingkan meninjau kembali bersama DPR.

"Presiden harus langsung saja tanda tangan rancangan UU yang sudah disahkan sebelumnya itu segera diundangkan dan segera terbitkan perppu," kata Fajri di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu 6 Oktober 2019.

Menurut Fajri, kondisi saat ini sudah mendesak. Dan Jokowi kata dia harus bersikap dengan cepat. 

"Ketika memang Presiden sudah yakin mengeluarkan perppu dengan proses yang lebih singkat itu lebih cepat karena itu permasalahannya sudah sangat terlihat," ungkap Fajri.

Fajri menilai, jika pemerintah memilih legislative review, hal tersebut malah membuat kondisi semakin tidak terselesaikan. Dan jalan keluar pun, akan semakin rumit.

"Saya enggak terlalu yakin kalau masalah bisa selesai. Jadi kalau mengajukan legislatif review sama saja sebenarnya tidak menemukan solusi segera. Jadi kegentingannya tidak terjawab dengan proses yang dilakukan," ujar Fajri.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Legislatif Review

Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Ketua KPK Agus Rahardjo menghadiri Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2018 di Jakarta, Selasa (4/12). Acara ini mengambil tema Menuju Indonesia Bebas Dari Korupsi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Tenaga ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Ifdhal Kasim mengatakan Perppu belum bisa dikeluarkan sebelum ada syarat formil yaitu UU yang telah diundangkan dan telah memiliki nomor registrasi sebagai lembaran negara. Saat ini UU KPK hasil revisi belum berlaku karena belum diundangkan dan belum masuk 30 hari sejak disahkan di DPR.

Ifdhal mengatakan ,sebelum memasuki 30 hari sejak disahkan, presiden masih punya waktu melakukan komunikasi dengan masyarakat dan aktivis anti korupsi termasuk dengan partai koalisi pemerintah dan DPR. Saat ini komunikasi politik terus dilakukan sebagai salah satu respons atas desakan publik.

Komunikasi ini diperlukan untuk memudahkan presiden menentukan materi atau isi Perppu jika akhirnya nantinya akan diterbitkan, termasuk membahas setiap pasal yang banyak dikritik masyarakat. Selain itu, lanjut Ifdhal, presiden juga melakukan komunikasi politik dengan DPR terkait kemungkinan diambil langkah legislative review.

"Legislatif review juga bukan suatu proses yang sulit dan juga lama," ujarnya.

Presiden, lanjutnya, tengah melakukan kalkulasi politik dua opsi yaitu penerbitan Perppu dan legislative review UU KPK.

"Meskipun secara subjektif presiden bisa saja mengeluarkan Perppu karena itu memang kewenangan konstitusional dari seorang presiden. Tapi kewenangan ini baru bisa digunakan setelah UU-nya berlaku terlebih dahulu," jelasnya.

 

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya