Liputan6.com, Jakarta - Grup Riset Computer Vision Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya berhasil menciptakan kursi roda pintar bagi penyandang disabilitas.
Sayangnya, biaya pembuatan kursi roda pintar bagi penyandang disabilitas tersebut masih terlalu mahal.
Advertisement
Koordinator Grup Riset Computer Vision, Fitri Utaminingrum memaparkan, harga satu kursi roda bisa mencapai puluhan juta. Belum lagi, penyempurnaan yang bersifat pengembangan juga masih diperlukan.
"Harganya lebih mahal dari kursi roda elektronik di pasaran. Salah satu penyebabnya karena menggunakan prosesor, harga prosesor Intelnuc yang digunakan sekitar Rp 9 juta," ujar Fitri.
Harganya juga belum dengan perangkat lain, seperti inverter, accu, kursi, kamera monitor, driver, motor dan microphone.
Menurut Fitri, kebanyakan kursi pintar hanya menggunakan joystick untuk penggerak. Tetapi, kursi roda buatannya ini berbeda dengan yang lain kerena terdapat banyak fitur, sesuai kebutuhan penyandang disabilitas.
"Kalau menggunakan joystick harus menggunakan tangan, sehingga bagi penyandang cacat tangan tidak bisa menggunakan," ucap dia.
Fitri mengatakan, seorang mahasiswa juga pernah menggunakan fitur dengan memasangkan elektroda di kepala. Tetapi hal itu dinilainya mengurangi kenyamanan penggunanya saat bergerak.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Fitur di Kursi Roda
Fitri menjabarkan, dalam kursi roda pintarnya, terdapat lima fitur, yaitu speech recognition atau voice navigation (perintah suara), human tracking (pergerakan guide), head navigation (gerakan kepala), navigasi menggunakan handphone dan figur manual dengan menggunakan layar sentuh.
"Setiap perintah akan terintegrasi dengan motor penggerak. Tetapi kalau disabilitas itu tidak hanya cacat tangan dan kaki juga tuna wicara, maka dia tidak bisa menggunakan fitur manual layar sentuh. Ia bisa menggunakan fitur lain seperti perintah pergerakan kepala," papar dia.
Semua fitur itu, lanjut Fitri, akan disesuaikan dengan kondisi penggunanya. Kursi roda pintar, kata dia, telah menerapkan logika algoritma kelima fitur tersebut.
Contohnya adalah untuk human tracking, selama guide berada di depan, kamera akan mengambil atau capture objek yang ada di depannya.
"Dengan menggunakan algoritma human tracking, ketika objek bergerak akan mengikuti. Objek, kita setting atau diregistrasikan lebih dahulu. Misalnya guide-nya A, maka akan mengikuti A. Tidak akan mengikuti objek lain, karena yang registrasi objek A," ujarnya.
Menurut Fitri, algoritma masing-masing saat ini tengah dalam proses paten agar tidak dijiplak orang lain.
"Kemarin kita masih mengurus paten untuk algoritmanya, yaitu algoritmanya. Tetapi untuk integrasi terhadap satu sistem masih belum kita patenkan, rencana mau kita patenkan. Baru kalau ada industri yang berminat, harapannya bisa kolaborasi di situ,"ucap dia.
Fitri mengaku untuk proses pengembangan kursi rodanya itu memakan waktu 6 bulan. Pihaknya juga masih melihat kemungkinan pengembangan di antaranya soal navigasi keberadaan, perekaman rute dan perintah dengan mata.
"Termasuk soal kenyamanan, sementara kita setting dengan kecepatan low, harusya bisa diatur kecepatannya, " pungkas Fitri.
Tim Grup Riset Computer Vision Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya diketuai Fitri Utaminingrum. Sementara anggota terdiri Dahnial Syauqy, Randy Cahya Wihandika, M. Ali Fauzi, Putra Pandu Adikara, Yuita Arum Sari, Sigit Adinugroho, Tahajuda Mandariansah (Mahasiswa), dan Harits Abdurrohman (Mahasiswa).
(Annisa Suryanie)
Advertisement