Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong telah menyepakati untuk memperpanjang kerja sama keuangan bilateral antara Bank Indonesia (BI) dan Monetary Authority of Singapore (MAS).
Kesepakatan tersebut dilakukan pada saat Leaders Retreat antara Pemerintah RI dan Singapura pada Selasa kemarin di Singapura.
Dikutip dari keterangan tertulis Bank Indonesia (BI), Rabu (9/10/2019), kedua kepala negara mengharapkan agar BI dan MAS dapat segera menindaklanjuti kesepakatan tersebut dan memastikan agar kerja sama keuangan antara BI dan MAS dimaksud dapat diperpanjang 1 tahun ke depan sebelum berakhirnya perjanjian.
Saat ini kerja sama keuangan yang dimiliki antara BI dan MAS adalah kerja sama Local Currency Bilateral Swap Arrangement (LCBSA) dan kerja sama Bilateral Repo Line (BRL), yang masing-masing ditandatangani pada tanggal 5 November 2018 dengan masa berlaku 1 tahun.
Baca Juga
Advertisement
Dengan demikian, kerja sama LCBSA dan BRL tersebut akan berakhir pada tanggal 5 November 2019.
Kerja sama LCBSA memungkinkan dilakukannya pertukaran mata uang lokal antara kedua bank sentral dengan total nilai mencapai ekuivalen USD 7 miliar atau SGD9,5 miliar atau Rp 100 triliun.
Sementara itu, kerja sama BRL antara BI dengan MAS senilai USD 3 miliar merupakan kerja sama repo bilateral yang dilakukan dalam rangka memperdalam kerja sama moneter di kawasan.
Kerja sama LCBSA dan BRL antara BI dan MAS tersebut merupakan realisasi dari komitmen kedua kepala negara untuk memperkuat kerja sama keuangan antara Indonesia dan Singapura dalam rangka mendukung stabilitas moneter, dan pendalaman pasar keuangan.
Penguatan kerja sama antarnegara yang terus diperkuat oleh Indonesia diharapkan dapat mendukung ketahanan ekonomi bangsa.
Tiru Singapura, Pegawai Bank di Indonesia Harus Kuasai Teknologi
Direktur PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Bob Tyasika Ananta mengatakan saat ini dunia perbankan dihadapkan pada era baru digitalisasi. Hal itu juga dalam rangka menyambut revolusi industri 4.0.
Dia menjelaskan, untuk menghadapi era serba digital maka 80 persen pegawai bank dituntut untuk memiliki skill atau keahlian dk bidang teknologi.
"80 persen pegawai perbankan dituntut untuk memiliki skill teknologi," kata dia saat menjadi pembicara dalam kuliah umum bertajuk "Perbankan Nasional Ditengah Disrupsi Era 4.0", di Auditorium Perbanas, Jakarta, Selasa (20/8).
BACA JUGA
Dia mengungkapkan, di negara tetangga yaitu Singapura saat ini skill pegawai perbankan sudah mengalami pergeseran. Artinya, pegawai tidak hanya dibekali pengetahuan mengenai perbankan saja melainkan juga kemampuan teknologi.
"Di Singapura, kerja perbankan itu kemudian bukan kemudian berkurang tetapi skill set-nya yang kemudian bergeser," ujarnya.
Menurutnya, hal yang sama juga saat ini sudah diterapkan khususnya di BNI. Sebab kata dia, teknologi dan manusia tidak akan dapat dipisahkan.
Keduanya tidak dapat berdiri sendiri, sehingga meski teknologi sudah maju, manusia masih tetap akan dibutuhkan.
"Perbankan itu dua, satu teknologi kedua itu manusia. Dan dua ini gak bisa one off, kalau misal teknologinya bagus manusianya enggak, gak bisa optimal. Jadi, manusia dan teknologi," jelasnya
Advertisement