Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan pentingnya menjaga sistem pengawasan dalam sektor perikanan dan kelautan. Terkait hal ini, dia belajar dari sikap para investor yang lebih memilih Vietnam dari pada Indonesia ketika merelokasi industri saat terjadi perang dagang China-AS.
"Dari situasi ekonomi, Vietnam mendapatkan lebih banyak windfall dari perang dagang China-Amerika jadi Indonesia justru kalah," kata dia, di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, Rabu (9/10/2019).
Karena tidak bisa menjaga sistem terutama pengawasan lalu lintas barang, Indonesia kemudian menjadi tujuan barang-barang ilegal. "Karena kita tidak bisa menjaga sistem kita sehingga barang-barang ilegal itu masuk," urai dia.
Baca Juga
Advertisement
"Akhirnya kita dijadikan pasar saja. Bukan produksi. Jadi yang dulu dijual ke Amerika sekarang kena tarif bawa ke Indonesia. Dijual murah, akhirnya industri dalam negeri mati semua. Jangan sampai sumber daya alam seperti itu," imbuhnya.
Sebagai contoh, dia menyebut komoditas lobster. Dulu lobster menjadi komoditas yang memberikan manfaat ekonomi bagi nelayan karena bibitnya tersedia dan tidak diambil.
"Dulu bibit lobster tidak pernah diambil sampai tahun 1998-an. Tahun 1995 saya dengar sudah ada yang ambil di Lombok tapi di tempat lain tidak ada. Nelayan panen tiap Oktober, tiap musim hujan mulai panen Lobster. Satu hari bisa dapat Rp 5 juta. 1 kg Rp 300.000, sekarang sudah Rp 800.000," jelas Susi.
"Sekarang sejak tahun 2000 ke sini makin kurang. Akhirnya produksi kita cuma 300 ton, 500 ton. Tapi Vietnam yang tidak punya bibit tiap tahun jutaan dolar AS mereka peroleh," ungkapnya.
Komoditas Perdagangan
Dia mengakui bahwa Lobster memang bukan bahan pangan pokok mayoritas masyarakat Indonesia. Tapi dengan harga yang bagus, lobster dapat dijadikan sebagai komoditas yang diperdagangkan.
"Memang lobster tidak dimakan orang Indonesia terlalu mahal untuk apa juga. Harga lobster Rp 5 juta kan bisa beli ikan kakap merah 50 kg. Ada yang bisa dijual untuk meningkatkan ekonomi. ada yang memang harus ada karena harus dimakan," ujar dia.
Karena itu, menurut dia perlindungan dan pengawasan komoditas perikanan dan kelautan perlu dilakukan agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan taraf ekonominya.
"Kita kan tidak mungkin kasi BLT ke semua penduduk. Mau berapa banyak? Rp 500.000, seminggu juga habis. Tapi kalau ikan ada di laut mereka bisa ambil tiap hari. Dapat 1 ekor 2 kg dapat Rp 150.000," tandas Susi.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement