Liputan6.com, Jakarta Kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok sebesar 23 persen dan harga rokok 35 persen dinilai merupakan kebijakan yang perlu didukung masyarakat luas. Kebijakan ini disebut sudah menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengurangi prevalensi perokok di kalangan rentan terutama anak dan keluarga miskin.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, kebijakan ini nantinya juga akan mengurangi kesenjangan keuangan yang signifikan antara pendapatan dari cukai rokok dan besaran beban ekonomi yang ditimbulkan dari konsumsi rokok.
Baca Juga
Advertisement
Industri rokok pun akan berupaya membuat produknya tetap terjangkau sehingga mudah bagi kalangan rentan untuk menginisiasi konsumsinya dan penjualan zat adiktif ini laris manis berjalan lancar.
Menurut dia, industri hanya mengeruk keuntungan dari konsumen, tidak peduli akibat kesehatan dan ekonomi yang terpuruk dari konsumen dan negara.
"Tidaklah mengherankan jika mendekati pengesahan PMK yang baru, industri rokok akan melobi habis-habisan dan menekan pemerintah untuk tidak meningkatkan cukai dan harga rokok. Kalau pemerintah tunduk atas tekanan ini, harga yang akan dibayar adalah rusaknya masa depan generasi muda dan perekonomiannya," kata dia, Rabu (8/10/2019)
Indonesia disebut merupakan pasar rokok yang paling menarik di dunia dengan longgarnya peraturan dan hampir 8 juta perokok remaja serta lebih dari 60 juta perokok aktif dewasa, sehingga menjadikan Indonesia sebagai surga bagi industri rokok.
Data Riskesdas mencatat kenaikkan konsumen rokok di usia anak di tahun 2018 meningkat menjadi 9,1 persen dari 7,3 persen di tahun 2013.
Badan Kesehatan Dunia melaporkan bahwa rokok menyebabkan kematian dini bagi 217.000 konsumen per tahunnya, rokok adalah faktor utama penyakit kronis mematikan, yang sebetulnya amat sangat bisa dicegah.
Epidemi tembakau (rokok) terus meningkat karena lihainya industri rokok dalam memperlambat proses dan atau melemahkan peraturan pengendalian rokok.
Taktik yang terus digunakan oleh industri rokok termasuk membesar-besarkan dampak kenaikan cukai rokok terhadap lapangan pekerjaan yang menurun sehingga terjadi PHK massal, matinya pertanian tembakau lokal, berkembangnya penjualan rokok ilegal dan penyebaran informasi keliru serta berbagai riset riset yang sering belum diuji kebenarannya.
Dengan bekal itu, para industri melobi pembuat kebijakan melalui secara langsung atau melalui grup kaki tangannya. Semua hanya mempunyai satu tujuan yaitu untuk melindungi bisnis rokok dan tidak mempedulikan perlindungan terhadap aset negara yaitu remaja yang malah menjadi target pemasaran mereka.
Dia menilai taktik‐taktik jahat ini berhasil membatalkan kenaikan cukai di tahun 2018.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Bukti Empiris
Bukti empiris membuktikan rokok berdampak buruk bagi konsumennya dan rokok murah memicu konsumsi rokok.
Di 2015, Kementerian Kesehatan mencatat kerugian yang disebabkan akibat konsumsi rokok mencapai Rp 600 triliun, ini hampir empat kali lipat dari cukai rokok yang masuk di tahun yang sama. Tapi industri rokok terus memanipulasi konsumen, lihai menutup keburukannya dengan pencitraan melalui iklan, promosi, propaganda dan sponsorship.
"Semua negara yang memberlakukan cukai dan harga rokok yang tinggi sudah membuktikan bahwa ini merupakan kebijakan yang paling efektif untuk mengurangi keterjangkauannya dari kalangan rentan dan ini membantu para perokok dalam upayanya berhenti merokok. Industri rokok paham akan hal ini dan akan melakukan apapun untuk mencegah cukai dan harga rokok tinggi ini," jelas dia.
Kebijakan ini pun, lanjut tulus menjadi win-win solution sambil mencegah berkembangnya perokok di kalangan rentan, negara diuntungkan karena pendapatan meningkat.
"Untuk itu kami mendukung pemerintah untuk menolak tekanan industri dan segera mengesahkan PMK-nya dan ke depan bukan hanya cukai dan harga rokok dinaikkan secara signifikan, tetapi juga mengaktifkan kembali road map simplifikasi cukai, sehingga hasilnya akan maksimal," tegasnya.
Advertisement