Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengutuk keras peristiwa penusukan Menko Polhukam Wiranto yang terjadi di Pandeglang, Banten, Kamis siang.
Dia meminta aparat kepolisian untuk investigasi mendalam dan memberikan hukuman kepada para pelaku. AHY menyatakan, penyerangan secara fisik terhadap siapapun tidak dibenarkan.
Advertisement
"Apalagi mengancam jiwa dan nyawa seseorang, termasuk kepada para pejabat negara dan seluruh masyarakat Indonesia," ungkap AHY dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/10/2019).
Dengan terjadinya kasus yang menimpa Wiranto, Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat ini, mengajak masyarakat Indonesia untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan di Tanah Air, serta dapat membantu pemerintah dalam upaya melindungi seluruh rakyat Indonesia, dari Aceh hingga Papua.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kronologi
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan kronologi terjadinya peristiwa tersebut. Saat itu, Wiranto baru sampai di lokasi untuk menghadiri acara pembekalan mahasiswa ketika seorang pria tak dikenal berusaha menusuknya.
"Peristiwa spontan. Ketika menuju mobil, ada masyarakat minta salaman. Beliau (Wiranto) menyalami, tapi bagian pengaman internal, dalam waktu singkat seorang yang diduga pelaku langsung menusukkan benda tajam. Kapolsek ada di tempat alami luka di punggung. Wiranto juga alami luka di tubuh bagian depan," tutur Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Pihak pengamanan yang saat itu bertugas sontak mendorong Wiranto agar jauh dari pelaku penusukan. Wiranto pun terjatuh ke tanah, namun sempat terluka kena benda tajam di perut bagian bawah. Pria pelaku penusukan langsung diamankan.
Selain itu, seorang Kapolsek juga sempat terkena tusuk ketika mengamankan.
"Begitu srek mau menyerang, diamankan. Terus nyerang lagi, Kapolsek (kena tusuk)," sambungnya.
"Beliau (Wiranto) diserang dua orang. Laki laki, dan pada saat balik kendaran pelaku menyerang. Kapolsek mengamankan (kena) ditusuk," tutur Dedi.
(Desti Gusrina)
Advertisement