Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Utama Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik, Andrew Mason menyatakan, tingkat utang Indonesia masih berada dalam batas wajar. Hal tersebut karena rasio utang dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) masih di bawah 30 persen.
"Kami bisa katakan, utang Indonesia masih bisa dikendalikan, sehingga kami mempertimbangkan ini sebagai hal yang wajar (reasonable)," ujar Andrew dalam telekonferensi di Kantor Bank Dunia, Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Sebelumnya, per akhir Agustus 2019 tercatat posisi utang pemerintah mencapai angka Rp 4.680,19 triliun.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan data 'APBN Kita Edisi September' utang pemerintah berasal dari pinjaman sebesar Rp 798,28 miliar dan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 3.881,91 triliun.
Porsi pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 7,69 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 790,59 triliun. Dengan rincian dari bilateral Rp 316,37 triliun, multilateral Rp 435,13 triliun, dan komersial Rp 39,09 triliun.
Sementara, porsi surat berharga negara (SBN) terdiri dari denominasi rupiah dan valas. Adapun SBN denominasi rupiah jumlahnya mencapai Rp 2.833,43 triliun, yang terdiri dari surat utang negara (SUN) Rp 2.343,65 triliun dan SBSN Rp 489,78 triliun.
Sedangkan untuk denominasi valas sebesar Rp 1.032,6 triliun yang terdiri dari SUN Rp 832,08 triliun dan SBSN Rp 216,4 triliun
Rasio Utang Diprediksi Capai 30,1 Persen di Akhir 2019
Menurut laporan ekonomi makro Bank Dunia, rasio utang Indonesia terhadap PDB hingga akhir 2019 diprediksi mencapai 30,1 persen, naik 0,03 dari tahun sebelumnya.
Sementara untuk tahun 2020, rasio utang akan tetap di angka 30,1 persen dan turun jadi 29,9 persen di tahun 2021.
Agar dapat mempertahankan atau bahkan menurunkan rasio utang, Bank Dunia merekomendasikan untuk mengelola utang dengan baik. Bank sentral bisa menerapkan kebijakan likuiditas yang ketat, bahkan melibatkan perbankan untuk menghitung aset dan liabilitas tiap rumah tangga guna memantau situasi keuangan.
Advertisement