Liputan6.com, Aceh - Pelayanan pendidikan di Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, disebut-sebut memprihatinkan. Proses belajar mengajar di tempat itu terbilang mandek karena tenaga pengajar jarang berada di sekolah.
Fakta ini berdasarkan hasil investigasi Ombudsman RI Perwakilan Aceh pada 8-9 Oktober. Lembaga pengawas pelayanan publik itu turun setelah mendapat laporan tak sedap tentang layanan pendidikan di kepulauan itu.
Advertisement
"Beberapa tokoh masyarakat yang diwawancarai menyampaikan ada guru yang jarang datang ke Pulo Aceh," ungkap Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Taqwaddin, kepada Liputan6.com, Kamis malam (10/10/2019).
Tim Ombudsman mendapati SMA Negeri 2 Pulo Aceh dalam kondisi tidak satu pun tenaga pengajar serta kepala sekolah berada di tempat. Padahal, guru di sekolah itu ada 13 orang.
Jumlah murid di SMA tersebut sebanyak 88 orang. Mereka berasal dari 12 desa yang ada di Pulo Breueh, sebuah pulau yang menjadi bagian dari Kecamatan Pulo Aceh.
"Saat tim datang, siswa sedang tidak berada dalam kelas, sebagian sudah pulang pada pukul 11.00 WIB," imbuh Taqwaddin.
Ini dipandang miris. Pemerintah Kabupaten Aceh Besar sejatinya telah menyediakan fasilitas berupa rumah dinas agar tenaga pengajar tinggal di tempat itu.
"Para tokoh masyarakat menginginkan anak-anak Pulo Aceh bisa mendapatkan pendidikan yang baik," ujar dia.
Bagi Taqwaddin, masalah pelayanan pendidikan di Kecamatan Pulo Aceh mesti mendapat perhatian khusus. Roda layanan pendidikan punya kecenderungan berputar di wilayah sentral atau perkotaan saja, namun, terbilang acuh di kawasan periferi.
"Ini tidak bisa dibiarkan. Kami akan sampaikan hasil investigasi ini ke Dinas Pendidikan Provinsi Aceh dan juga ke Bupati Aceh Besar," katanya.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Tenaga Pengajar Tidak Menetap
Penyebab tenaga pengajar jarang berada di tempat karena kebanyakan di antara mereka memilih tidak menetap. Sistemnya sif, di mana para tenaga pengajar hanya bertugas mengisi jam belajar saja, kemudian beranjak.
"Kebanyakan guru tidak tinggal di Pulo Aceh, karena guru tersebut berasal dari Banda Aceh atau Aceh Besar, namun ada guru honor yang berasal dari penduduk Pulo Aceh," jelas Taqwaddin.
Namun, ada pula yang menetap. Mereka adalah Guru Garis Depan (GGD) berstatus pegawai negeri sipil berasal dari luar yang mengabdi di Aceh.
Sebagai informasi, untuk menuju Kecamatan Pulo Aceh harus melalui jalur air selama satu jam lebih. Ada sepuluh pulau yang merupakan bagian dari kecamatan tersebut.
Keindahan panorama di Kecamatan Pulo Aceh cukup dikenal luas. Tak jarang media menyebutnya sebagai surga yang terabaikan hingga Pulau Perawan.
Soal potret buram pendidikan di wilayah terpencil ini sudah pernah disinggung dalam sebuah unggahan di situs Kominfo berjudul "Potret Pendidikan di Pelosok Negeri (2)" pada 2015. Isinya lebih kurang sama.
Terdapat dua pulau berpenghuni di Kecamatan Pulo Aceh, yakni, Pulo Breueh dan Pulo Nasi. Pulo Breueh berpenduduk sekitar 5 ribu jiwa, yang terbagi dalam 12 desa.
Di Pulo Breueh terdapat lima SD atau sederajat, dua SMP, serta satu SMA, masing-masing di Desa Rinon, Mukim Breueh Utara, dan Desa Blang Situngkoh, Mukim Pulo Breueh Selatan. Di sini, SMA hanya ada di Desa Blang Situngkoh.
Dalam unggahan situs Komifo disebutkan, anak-anak yang berada di Desa Meulingge, Rinon, Lapeng, Ulee Paya sulit menjangkau SMA. Mereka harus melewati medan pegunungan, dengan jarak tempuh yang lumayan.
Sementara itu, Pulo Nasi berpenduduk 1.400 jiwa. Pendidikan menengah tingkat atas hanya bisa ditempuh di SMA Negeri 1 Pulo Aceh sering disebut SMA Pulo Nasi.
Advertisement