Ketegangan Meningkat, 8 Polisi Disandera Demonstran Ekuador

8 polisi disandera di Ekuador pada Jumat (11/10/2019) atau Kamis waktu setempat di tengah demonstrasi yang berlangsung.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Okt 2019, 16:04 WIB
Polisi anti huru hara saat menghadapi demonstran selama bentrokan di Quito (7/10/2019). Para demonstran memprotes terhadap keputusan Presiden Ekuador Lenin Moreno yang mencabut subsidi bahan bakar. (AFP Photo/Cristina Vega)

Liputan6.com, Ekuador - Delapan polisi disandera di Ekuador pada Jumat (11/10/2019) atau Kamis waktu setempat. Penyanderaan terjadi di tengah demonstrasi yang terus bergulir hingga memaksa pemerintah Ekuador keluar dari ibu kota, Quito.

Demonstran yang merupakan penduduk asli Ekuador mengarak tujuh polisi laki-laki dan satu polisi wanita. Delapan polisi tersebut dipertontonkan pada sebuah panggung di hadapan ribuan orang pada protes di Ibu Kota Quito.

Dikutip dari bbc.com, pengunjuk rasa menuntut diakhirinya upaya penghematan, hingga pengunduran diri Presiden Ekuador, Lenin Moreno.

Presiden Moreno sempat menyatakan keadaan darurat pekan lalu. Beberapa orang dinyatakan tewas dalam unjuk rasa yang berlangsung hingga saat ini.


Penyanderaan Tanpa Kompromi

Seorang pengunjuk rasa terbaring di tanah ketika demonstran dibubarkan dari gedung parlemen oleh polisi anti huru hara di Quito (8/10/2019). Para demonstran memprotes terhadap keputusan Presiden Ekuador Lenin Moreno yang mencabut subsidi bahan bakar. (AFP Photo/Martin Bernetti)

Delapan polisi yang ditahan para demonstran dipaksa naik ke atas panggung. Mereka dipaksa melepas helm, rompi antipeluru, dan sepatu bot, seperti dilansir bbc.com.

Para polisi yang disandera terlihat cemas saat mereka diarak di depan kerumunan yang marah. Kemarahan tersebut imbas dari respon keras polisi dengan senjata terhadap demonstrasi beberapa hari belakangan.

Presiden Moreno telah mendorong pembicaraan lebih lanjut dengan para pemimpin adat. Namun, retorika datang dari kelompok-kelompok yang mengambil petugas polisi dengan tidak kompromi. 

Dengan beberapa dorongan pengunduran diri presiden, tampaknya akan ada lebih banyak protes yang akan datang selama akhir pekan. Salah seorang pemimpin adat, Jaime Vargas mengatakan sikap perlawanan atas tindakan pemerintah Ekuador.

"Kami akan meradikalisasi dengan kekuatan lebih," kata Jaime Vargas kepada kerumunan.

Kelompok-kelompok telah membentuk barikade di Quito serta bentrok dengan pasukan keamanan. Kondisi semakin buruk dengan ribuan orang berdatangan ke ibu kota untuk bergabung pada unjuk rasa yang berlangsung.


Sekolah dan Bisnis Tutup

Demonstran berlindung setelah polisi anti huru hara menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan pengunjuk rasa dari gedung parlemen di Quito (8/10/2019). Harga BBM melonjak lebih dari 120 persen setelah pemerintah mengumumkan pencabutan subsidi. (AFP Photo/Martin Bernetti)

Sebelumnya, unjuk rasa nasional memaksa sekolah dan bisnis di Ekuador tutup. Hal itu bersamaan dengan demo yang memasuki hari ke-7 di Ekuador pada Kamis 10 Oktober 2019 lalu atau Rabu waktu setempat.

Pasukan keamanan Ekuador bentrok dengan para pengunjuk rasa bertopeng pada Rabu 9 Oktober 2019. Presiden Ekuador, Lenin Moreno terjebak oleh langkah-langkah penghematan yang kemudian memicu kerusuhan terburuk dalam satu dekade.

Puluhan ribu pengunjuk rasa telah mengepung istana presiden di Quito, tempat Lenin Moreno kembali setelah melarikan diri, seperti dilansir rt.com

Demonstrasi dipicu oleh pemotongan pengeluaran terkait dengan pinjaman International Monetary Fund (IMF) telah menyebabkan bentrokan kekerasan selama sepekan.

Dikutip dari aljazeera.com, sekolah dan bisnis ditutup dari ibu kota dataran tinggi Quito hingga ke kota pesisir Guayaquil. Hal itu sebagai dampak kerusuhan yang kian meluas.

Presiden Ekuador Lenín Moreno sebelumnya memindahkan kursi pemerintahannya dari ibu kota Quito, ke kota pesisir Guayaquil. Pemindahan pusat pemerintahan dilakukan di tengah aksi protes di Ekuador.

Meski demonstrasi yang meluas berjalan damai, tetapi kekerasan tetap terjadi. Di beberapa tempat, demonstran melemparkan batu dan tongkat ke polisi yang menembakkan gas air mata. Bahkan saksi mata menyebut beberapa orang terluka di Quito.


Keluhkan Pemerintah Ekuador

Suporter Ekuador mengibarkan bendera Ekuador saat timnya melawan Brasil pada partai pembuka Copa Amerika 2016 di Stadion Rose Bowl, Pasadena, California, Amerika Serikat, (5/6/2016) WIB. (AFP/Frederic J. Brown)

Protes meletus di negeri Andean yang berpenduduk 17 juta orang seminggu lalu. Hal itu dipicu pleh Presiden Moreno yang memangkas subsidi bahan bakar, seperti dilansir aljazeera.com.  

Serta bagian dari paket langkah-langkah yang sejalan dengan pinjaman IMF sebesar $ 4,2 miliar atau sekitar Rp 59 triliun. 

Kepala serikat pekerja Front Persatuan Buruh, Mesias Tatamuez mangatakan keluhan atas tindakan pemerintah Ekuador pada rakyatnya. 

"Apa yang telah dilakukan pemerintah adalah memberi penghargaan kepada bank-bank besar, kapitalis, dan menghukum warga miskin Ekuador," kata Mesias Tatamuez.

Sementara itu, kelompok pribumi utama CONAIE telah mengerahkan sekitar 6.000 anggota ke Quito dari daerah-daerah terpencil. 

Kelompok tersebut juga mengatakan pemerintah Presiden Moreno berperilaku seperti "kediktatoran militer" dengan menyatakan keadaan darurat dan menetapkan jam malam. 

Para pengunjuk rasa memblokade jalan-jalan di berbagai bagian Ekuador mulai Rabu pagi dengan puing-puing. Sementara, pasukan keamanan memblokir sebuah jembatan besar di Guayaquil untuk menggagalkan upaya pengunjuk rasa.

Permintaan utama para demonstran adalah penarikan potongan subsidi bahan bakar, meskipun beberapa juga mendesak Moreno untuk berhenti. Sebab hal itu telah membuat harga transportasi dan makanan melonjak di Ekuador.

Dalam sebuah pernyataan, Presiden Ekuador juga memberi klarifikasi atas upayanya mencabut subsidi bahan bakar. 

"Saya tidak mengerti mengapa saya harus melakukannya jika saya membuat keputusan yang tepat," kata Moreno pada Selasa malam.

Ia beralasan hutang besar dan defisit fiskal mengharuskan reformasi “pengencangan sabuk”.

 

 

Reporter: Hugo Dimas

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya