Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah harus segera menyelesaikan permasalahan harga gas bumi antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Pemerintah harus memberikan solusi yang tepat bagi kedua belah pihak.
Untuk diketahui, PGN berencana untuk menaikkan harga gas agar tidak tekor. Sedangkan para pegusaha yang tergabung dalam Kadin Indonesia meminta harga gas turun untuk mendorong sektor usaha.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, harga gas yang dipasok untuk PGN sudah mahal, rata-rata adalah sebesar USD 7 sampai USD 7,3 per MMBtu. Selain itu investasi yang dilakukan untuk pembangunan pipa transmisi dan pipa distribusi, serta maintenance membuat perusahaan tidak bisa menghindari kenaikan harga gas.
"Apalagi untuk Jawa Timur, PGN menjual ke industri sebesar USD 7,6 - USD 7,9 per MMBtu,” kata Mamit, di Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Baca Juga
Advertisement
Untuk menghindari kenaikan harga gas di tingkat konsumen industri, maka perlu adanya penurunan harga pada sumber pasokan atau di hulu.
Mamit melanjutkan, solusi lain agar PGN dan pengusaha bisa satu frekuensi dalam menanggapi rencana kenaikan harga gas, yaitu dengan menaikan secara bertahap.
”Misalnya kenaikan per triwulan sebesar 25 persen sehingga dalam satu tahun bisa mencapai harga sesuai dengan keinginan dari PGN," kata dia.
Dengan kenaikan bertahap tersebut maka pengusaha tidak kaget, secara faktor psikologisnya menjadi lebih enak dan memudahkan keduabelah pihak untuk berhitung.
”Ini menjadi win-win solution bagi semua pihak dan harapan saya tidak menimbulkan gejolak yang luas. Apalagi,sampai saat ini gas untuk industri masih lebih murah di bandingkan golongan Rumah Tangga 1(R1) sebesar Rp 4.250 per m3 dan Rumah Tangga 2 (R2) sebesar Rp 6.000 perm3 dibandingkan harga gas industri golongan B1 sebesar Rp 3.300 per m3," tandasnya.
Saksikan video di bawah ini:
Perhitungan Harga Gas Diubah Agar Terjangkau
Kementerian Energi Sumber dan Daya Mineral (ESDM) mengubah perhitungan harga jual gas bumi yang didistribusikan melalui pipa. Hal ini untuk menetapkan harga jual gas bumi hilir yang terjangkau dengan mempertimbangkan tingkat keekonomian yang wajar.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, perubahan perhitungan harga jual gas tersebut menyangkut umur keekonomian proyek pipa dari awalnya minimal 15 tahun, menjadi 30 tahun yang berlaku mulai 1 Januari 2020."Tetap berlaku tahun ini,” kata Arcandra, di Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Perubahan tersebut, tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri ESDM No 58 Tahun 2017 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa Pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Bumi.
Dalam Pasal I aturan ini, ketentuan Pasal 5 ayat 4 huruf e dalam Permen nomor 58 diubah sehingga Pasal 5. Adapun bunyi peraturan baru tersebut sebagai berikut:
BACA JUGA
Biaya pengelolaan infrastruktur gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi pembebanan biaya yang ditimbulkan dari kegiatan pengangkutan gas bumi melalui pipa transmisi dan distribusi, penyaluran gas bumi melalui pipa distribusi untuk menunjang kegiatan usaha niaga gas bumi (dedicated hilir), pencairan gas bumi, kompresi gas bumi, regasifikasi, penyimpanan Liquefied Natural Gas (LNG) Compressed Natural Gas (CNG) dan pengangkutan LNG atau CNG.
Biaya pengelolaan infrastruktur gas bumi dari pembebanan biaya yang ditimbulkan dari kegiatan pengangkutan gas bumi, melalui pipa transmisi dan distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Badan Pengatur (BPH Migas).
Badan Pengatur mengatur lebih lanjut ketentuan mengenai tata cara perhitungan biaya pengelolaan infrastruktur gas bumi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
Biaya pengelolaan infrastruktur gas bumi dari pembebanan biaya yang ditimbulkan dari kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung dengan ketentuan:
Tingkat keekonomian atau Internal Rate of Return (IRR) ditetapkan paling besar 11 persen dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS).
Advertisement