Kronologi Hilangnya Akbar Alamsyah hingga Meninggal Dunia Versi Keluarga

Jumat, 27 September 2019 dini hari rumah Rosiana terdengar ada yang menggedor-gedor. Dengan wajah yang masih terlihat menahan rasa kantuk ia membukakan pintu rumahnya.

oleh Yopi Makdori diperbarui 12 Okt 2019, 09:04 WIB
Pihak keluarga telah mengantarkan jenazah Akbar Alamsyah ke tempat peristirahatan terakhirnya di TPU Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. (Merdeka/Ronald

Liputan6.com, Jakarta - Jumat, 27 September 2019 dini hari rumah Rosiana terdengar ada yang menggedor-gedor. Dengan wajah yang masih terlihat menahan rasa kantuk ia membukakan pintu rumahnya.

Nampak di depan matanya dua sosok yang tak asing lagi baginya, ia merupakan kawan dekat anaknya Akbar Alamsyah. Rasa heran seketika berkelebat di benak ibunda Akbar karena dua remaja itu datang pagi buta.

Keduanya mengabarkan berita yang membuatnya terpukul. Anak remaja yang telah ia besarkan selama 19 tahun, Akbar, disebutkan ditangkap polisi saat kericuhan unjuk rasa pada 23-24 September lalu di depan Gedung DPR RI.

Sekujur tubuhnya lemas, dan hanya kata Tuhan yang ia sebutkan. "Ya Allah kenapa sih ditonton udah kaya gitu. Udah ibu pesenin dia loh," kata Kakak Ipar Akbar, Irawan dengan suara lirih menirukan Rosiana.

Siang menjelang sore tanggal 24 September 2019, Rosiana memang sudah mengingatkan anaknya jangan bermain jauh-jauh karena sedang ada kericuhan di sekitar komplek gedung DPR RI. Namun tanpa sepengetahuan dirinya, Akbar beserta kedua kawannya ke lokasi ricuh di sekitar Flyover Slipi.

Mereka bertiga, menurut keterangan Irawan yang didapat dari kedua kawannya Akbar itu, berangkat ke lokasi awalnya hanya ingin melihat kericuhan. Mereka berangkat sekitar pukul 01.00 WIB Rabu (25/9/2019) dini hari.

Di tengah peristiwa, mereka terkepung oleh polisi dan saat itu kedua kawan Akbar melarikan diri ke gang-gang rumah warga. Saat melarikan diri, salah satu kawannya sempat menoleh ke belakang dan masih melihat Akbar berada di belakang dirinya.

"Kemudian menoleh lagi Akbar udah ilang. Mereka bilang gak tau ke mana," kata Irawan menuturkan apa yang diceritakan kedua kawan Akbar.

Kedua kawan Akbar berhasil selamat dari kejaran polisi yang saat itu membabi-buta mengejar mereka gara-gara ada sejumlah warga yang berbaik hati membukakan pintu rumahnya. Di balik pintu rumah itu mereka bersembunyi.

Di tengah persembunyiannya batin mereka terus berkecamuk. Mereka mengkhawatirkan bagaimana nasib kawannya itu. Apakah baik-baik saja atau sudah tertangkap polisi. Namun sejumlah warga menenangkan mereka.

Mereka diminta untuk berfikir positif dan usai suasana kondusif mereka bisa keluar dan mencari Akbar Alamsyah.

Matahari belum menunjukkan sinarnya. Namun kumandang adzan subuh sudah santer terdengar di sana. Kedua kawan Akbar itu memberikan diri untuk mencari temannya yang masih tertinggal.

Mereka mencari keseluruhan penjuru, baik di rumah-rumah warga maupun di rumah sakit. Tapi hasilnya tetap nihil, hingga Rabu siang mereka tidak menemukan Akbar.

Setelah itu, mereka memberanikan diri untuk menemui ibunda Akbar di kediamannya. Dan menceritakan bahwa kawannya itu hilang saat ricuh di sekitar gedung DPR.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Keluarga Mencari

Pemakaman Akbar Alamsyah, korban demo yang berujung ricuh di DPR berlangsung hampir 1 jam. (Merdeka/Ronald)

Akhirnya pada Jumat pagi, yakni sekitar pukul 10.00 WIB, Rosiana bergegas mencari anaknya itu. Pikirinnya saat itu tertujuh ke Polda Metro Jaya karena ia mendengar kabar bahwa massa aksi yang ketangkap polisi banyak ditahan di sana.

Namun di sana ia tidak menemukan anaknya. Petugas di sana bilang tidak ada anak yang tertangkap namanya Akbar Alamsyah. "Kata teman kakak yang anggot (polisi) juga suruh nyari di Polres. Tapi sebelumnya ibu mencari ke Polda," kata Irwan.

Karena saat itu Irawan masih bekerja, dirinya tidak bisa menemani sang istri dan ibu mertuanya untuk mencari Akbar. Ia hanya meminta supaya mereka mendatangi Polres Jakarta Barat.

Dengan rasa khawatir yang semakin berkecamuk, ibunda Akbar bersama Fitri yang merupakan kakak Akbar dan istri dari Irawan mendatangi Polres Jakarta Barat. Sesampainya di sana, ia menanyakan keberadaan anaknya di Polres itu.

Petugas di sana mengatakan bahwa Akbar ada di dalam, tapi ia tidak bisa menemui sang anak karena petugas meminta dirinya membawa kartu keluarga (KK) dan KTP. Sebagai bukti bahwa Akbar benar-benar anggota keluarganya.

"Karena ibu sudah senang, ibu langsung pulang ambil KK dan KTP dan balik lagi ke Polres," tutur Irawan.

Kabar keberadaan anaknya itu setidaknya sudah melepaskan ganjalan-ganjalan yang sejak dini hari. Dadanya begitu plong karena polisi sudah mengatakan bahwa anaknya ada di sana.

Ia pun kembali ke Polres dengan membawa berkas-berkas yang dibutuhkan. Sampai di sana, ia kembali kecewa karena petugas tidak memberinya izin untuk menemui Akbar. "Polisi bilang suruh kembali datang hari Senin. Kata pimpinannya belum diizinkan keluarga untuk bertemu," ujar Irawan.

Rosiana hanya diberi izin untuk melihat anaknya lewat sebuah kaca gelap yang hanya terbuka sebesar empat jari. Ia menengok lewat kaca itu dan melihat sejumlah remaja berkumpul di lapangan luas.

"Ibu di sana tidak bisa melihat wajah Akbar karena banyak sekali orang. Tapi berharap si Akbar ada di sana," tutur Irawan.

Meskipun Rosiana tidak bisa melihat wajah anaknya secara langsung, naluri keibuannya menggerakkannya untuk membelikan Akbar sebungkus nasi. Ia begitu khawatir jika anaknya di dalam sana kelaparan.

"Polisi bilang sini diserahkan ke kami, nanti kami sampaikan ke anak ibu," kata Irawan berdasarkan penuturan mertuanya.

Sekembalinya dari Polres Jakarta Barat, Rosiana sedikit merasa lega karena meskipun tidak bertemu dengan anaknya, anaknya dalam keadaan aman dalam penjagaan polisi.


Akbar Kritis di Rumah Sakit

Irawan dalam hati merasa heran mengapa polisi tidak mengizinkan mertuanya itu bertemu dengan Akbar. Padahal Rosiana sudah membawakan dokumen lengkap yang menunjukkan bahwa Akbar merupakan anak kandungnya.

Keheranannya terjawab, istrinya mendapatkan pesan singkat dari beberapa grup di WhatsApp (WA) yang mengatakan bahwa pasien atas nama Akbar Alamsyah tengah kritisi di Rumah Sakit Pelni.

"Coba jangan dikasih tau ibu dulu gitu, saya sendiri langsung kroscek. Posisi jam 9 malam hari Jumat," tutur Irawan.

Sampai di Pelni, Irawan bertemu dengan manager rumah sakit. Ia tidak mengingat namanya, tapi ia ingat bahwa sang manager menanyakan hubungannya dengan pasien.

"Saya bilang kakaknya yang nyari keberadaan si Akbar yang beberapa hari ini gak pulang. Dan saya dapat info si Akbar ada di sini," ungkap Irawan.

Irawan menatap raut sang manager tergambar rasa khawatir. Kata Irawan, manager itu mengatakan bahwa ia takut jika menyampaikan terkiat Akbar ke orang yang salah.

"Karena manager itu seorang ibu mungkin dia ngarasin. Dijawab benar mas ada pasien yang namanya Akbar yang sebelumnya Mr. X," ucap Irawan menirukan sang menejer RS Pelni.

Irawan mengatakan, menurut penuturan sang manager RS Pelni meminta polisi untuk mengecek identitas Mr. X. Dan melalui rekaman database E-KTP polisi berhasil mengidentifikasi bahwa Mr. X itu Akbar Alamsyah.

Kata sang manager Akbar dibawa ke sana oleh polisi. Dan tidak diberi tahu identitasnya. Padahal sebelumnya Polres Jakarta Barat mengatakan bahwa Akbar ada dalam salah satu massa yang terjaring di sana.

"Yang bawa Akbar ke situ polisi dalam keadaan kritis," ungkapnya.

Dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto

Akbar tak lama dirawat di RS Pelni, kemudian ia dipindahkan ke RS Polri. Saat Akbar di RS Polri, Irawan mengajak keluarga mertuanya itu untuk menjenguk Akbar. Ia tiba di sana hari Sabtu dinihari, karena datang tidak dalam waktu jam besuk, maka mereka tidak diperkenankan untuk menemui Akbar.

"Dengan berdalih demi kenyamanan pasien okelah kita akhirnya pulang lagi," tutur Irawan.

Keesokan harinya Rosiana kembali datang ke RS Polri pada saat jam besuk, yakni pukul 11.00 hingga 12.00 WIB. Betapa remuknya hati Rosiana tatkala melihat anaknya terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit.

Dadanya bak tersumbat kala ia menyaksikan wajah sang anak penuh dengan luka lebam bagikan terkena pukulan benda tumpul bertubi-tubi.

"Kepalanya membesar kaya kena tumor gitu. Bibirnya pun jontor menutupi hidung ada jaitan bekas luka sobek. Palanya pun ditutupi kaya perbedaan. Matanya pun bulet bonyok gak bisa dikenali," ungkap Irawan.

Kata Irawan, awalnya adik iparnya itu tidak bisa dikenali karena penampilannya sudah begitu lebam. Namun ibunya ingat bahwa di kaki Akbar ada bekas luka karena kenalpot. "Cuman ibunya bilang pas hari pertama tuh gak bisa dikenali," ucap Irawan.

Irawan juga menyebutkan, ada selang yang ditempelkan di kepala Akbar. Kata pihak rumah sakit, selang tersebut digunakan untuk mengalirkan darah luka pendarahan di kepala Akbar.

"Kata dokter ada pendarahan di kepala," jelasnya.

Dan pada tanggal 30 September lalu, Akbar dipindahkan ke RSPAD Gatot Soebroto. Keluarga tidak mengetahui secara pasti alasan pemindahan tersebut. Dan pada Kamis (10/10/2019) kemarin, Akbar meninggalkan ibundanya yang sangat mencintai dirinya untuk selamanya.

Sampai saat ini, Rosiana masih tidak menyangka anak yang ia besarkan selama ini telah berpulang. Bahkan ia masih belum sanggup berbicara kepada pihak luar mengenai kematian anaknya.

Pihak keluarga masih belum tahu langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya. "Kami tidak tahu mas, tergantung orang tuanya," kata paman Akbar, Andre.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya