Liputan6.com, Jakarta - Veronica Koman, yang kini masuk Daftar Pencarian Orang oleh Kepolisian Indonesia, telah bertemu dengan Komisioner HAM PBB di Australia, awal pekan lalu (8/10/2019).
Pertemuannya dengan Michelle Bachelet di Sydney diunggahnya di akun Facebook dan Twitter-nya, lengkap dengan foto mereka berdua.
Advertisement
Dalam unggahannya, Veronica Koman mengatakan pertemuan dengan Michelle, yang pernah menjadi presiden perempuan pertama di Chili, sebagi sebuah 'penghormatan'.
"Saya sampaikan perkembangan situasi terkini dari krisis di Papua Barat, terutama soal pendekatan keamanan yang dilakukan pemerintah Indonesia bulan lalu," tulisnya.
Veronica mengaku sempat menyampaikan kepada Michelle soal banyaknya warga sipil yang kini terpaksa mengungsi dari Papua.
Ribuan warga telah meninggalkan Wamena, sementara yang lainnya mengaku tidak punya pilihan untuk terus bertaha.
Seperti yang dialami oleh Dwijo Sayoto, akrab dipanggil Dwi, yang bekerja sebagai sopir mobil sewaan dan memutuskan pindah ke Papua untuk mencari peruntungan.
Rumah Dwi hanggus terbakar saat terjadi kerusuhan di Wamena, akhir September lalu dan sejak ia kehilangan harta bendanya, ia telah mengungsi ke berbagai tempat.
"Saya enggak kuat, baru kali ini mengalami seperti ini ... saya sudah tidak mau tinggal disini," ujarnya kepada ABC Indonesia.
Dwi mengaku warga telah "diperlakukan sebagai binatang", sementara ia pribadi masih trauma melihat teman-temannya dibakar di dalam mobil dan ruko.
Saat bertemu Michelle, Veronica juga menyampaikan keadaan umum di Indonesia soal penangkapan sejumlah aktivis, serta pemberangusan kebebasan berekspresi.
Dalam wawancara dengan program The World milik ABC yang Liputan6.com kutip Sabtu (12/10/2019) pertama kalinya sejak ia berada di Australia, Veronica mengatakan "saya tidak akan berhenti".
Mengapa Mengunggah Soal Papua?
Veronica sempat ditanya mengapa dirinya masih terus melakukan unggahan soal Papua Barat dan dikhawatirkan malah akan memprovokasi di tengah situasi yang tidak menentu.
"Saya menyaring informasi sebelum disebarkan, misalnya saat terjadi kerusuhan di Wamena, saya sangat berhati-hati," jawabnya, karena ingin mencegah terjadinya konflik antara warga pendatang dan penduduk asli Papua.
Sementara itu Polda Jawa Timur membantah melakukan tindak kekerasan kepada keluarga Veronika di Indonesia, seperti yang disebutkan oleh Veronika dalam wawancara dengan ABC.
"Dibuktikan siapa orangnya, polisi akan menjaga keamanan keluarga yang bersangkutan 1x24 jam, apabila yang bersangkutan ada di Indonesia," ujar Kombes Frans Barung Mangera, Kabid Humas Polda Jawa Timur kepada sejumlah wartawan.
Kementerian Luar Negeri Indonesia dan Polda Jawa Timur sama-sama menganggap pernyataan Veronika di televisi Australia "sangat tidak pantas" dan telah menggiring opini negatif soal pemerintah Indonesia di dunia internasional.
Saat berada di Australia Komisioner HAM PBB menyampaikan keprihatinannya atas kebijakan migrasi dan suaka di Australia dengan menjadikan warga pendatang sebagai "kambing hitam" dalam persoalan dalam negeri.
Advertisement
Kata Lima Pakar PBB
Sebelumnya, lima pakar dari Kantor Komisi Tinggi HAM PBB (OHCHR) buka suara soal kasus yang menjerat aktivis hukum asal Indonesia, Veronica Koman. Hal itu disampaikan dalam sebuah pernyataan tertulis yang dirilis di situs resmi OHCHR pada 16 September 2019.
Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur atas dugaan kasus berita bohong dan provokasi asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
Polda Jawa Timur telah mengumumkan pemanggilan pemeriksaan terhadap Veronica. Namun, aktivis tersebut tidak memenuhi paggilan serta menolak tuduhan yang disangkakan kepadanya.
Ditjen Imigrasi RI menyebut bahwa perempuan itu kemungkinan berada di Australia.
Penetapan tersangka terhadap Veronica Koman menuai perdebatan, dengan sejumlah aktivis hak asasi manusia di Indonesia menilainya sebagai dugaan upaya kriminalisasi.
Soal kasus tersebut, lima pakar OHCHR mendesak Indonesia untuk "melindungi hak semua orang untuk melakukan protes damai, memastikan akses ke internet dan melindungi hak-hak pembela hak asasi manusia Veronica Koman dan semua orang lain yang melaporkan protes di Papua dan Papua Barat," demikian seperti dikutip dari OHCHR.org, Rabu 18 September 2019.
"Kami menyerukan langkah-langkah segera untuk memastikan perlindungan kebebasan berekspresi dan mengatasi tindakan pelecehan, intimidasi, campur tangan, pembatasan yang tidak semestinya, dan ancaman terhadap mereka yang melaporkan protes," kata para ahli.
Korban Kriminalisasi
Veronica Koman telah menyandang status tersangka atas kasus kerusuhan di Papua. Veronica dituding melakukan provokasi, sehingga warga Papua melakukan aksi.
Selama ini Veronica memilih diam. Dia tak pernah menanggapi semua tuduhan polisi. Veronica Koman menyatakan tuduhan-tuduhan itu merupakan bentuk kriminalisasi.
"Kasus kriminalisasi terhadap saya hanyalah satu dari sekian banyak kasus kriminalisasi dan intimidasi besar-besaran yang sedang dialami orang Papua saat ini. Hal yang jauh dari ingar-bingar. Aspirasi ratusan ribu orang Papua yang turun ke jalan dalam rentang waktu beberapa minggu ini seolah hendak dibuat menjadi angin lalu," katanya dalam keterangan tertulisnya.