Liputan6.com, Jakarta - Indonesia pada 2020 berpotensi melahirkan unicorn baru di sektor pendidikan. Hal ini sebagai dampak dari besarnya anggaran di sektor pendidikan pada 2020 yang mencapai Rp 508,1 triliun.
Pemerintah beralasan, besarnya anggaran pendidikan itu dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) lokal yang tangguh dan mampu bersaing secara global.
Baca Juga
Advertisement
Membaca situasi ini, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara melihat potensi kemunculan startup unicorn baru yang bergerak di sektor pendidikan.
"Teorinya, itu (potensi kehadiran unicorn baru) kan mengikuti aliran uang (APBN). Aliran uang itu yang paling besar di pendidikan," ujar dia di Jakarta, seperti dikutil Minggu (13/10/2019).
Namun, ia mencermati, startup yang bermain di ranah pendidikan secara Gross Merchandise Value (GMV) saat ini masih belum terlihat. Sebagai perbandingan, Rudiantara menyoroti OVO, perusahaan seumur jagung tapi berhasil menyemat status unicorn berkat kecepatan traksi (traction).
"Hanya memang GMV-nya belum kelihatan. Traction-nya tidak secepat OVO. OVO kan traction-nya luar biasa, dalam 2 tahun GMV-nya meningkat cepat," jelas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
5 Unicorn
Sebagai informasi, saat ini terdapat 5 startup lokal yang telah berhasil menjadi perusahaan unicorn, yakni Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, Ovo, dan Gojek. Salah satu diantaranya, yakni Gojek, bahkan memiliki nilai valuasi diatas USD 10 miliar dan berstatus sebagai decacorn.
Rudiantara lantas berharap, bakal ada perusahaan startup lainnya yang memiliki nilai valuasi diatas USD 1 miliar (unicorn) pada akhir tahun nanti.
"Artinya proyeksi yang dibuat dulu oleh pemerintah beserta teman-teman ekosistem untuk 5 unicorn Alhamdulillah sudah tercapai. Harapannya akhir tahun nambah lagi," tukas dia.
Advertisement
Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia Tertinggi di ASEAN
Indonesia terpantau menjadi lokasi yang seksi bagi pertumbuhan ekonomi digital. Berdasarkan laporan Temasek, ekonomi digital Indonesia tahun ini mencetak USD 40 miliar atau Rp 556,6 triliun (USD 1 = Rp 14.166).
Angka pertumbuhan ekonomi digital merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara tahun ini, mengalahkan Thailand (USD 16 miliar), Singapura (USD 12 miliar), Vietnam (Rp 12 miliar), Malaysia (USD 11 miliar), dan Filipina (USD 7 miliar).
Pada tahun 2025, ekonomi digital Indonesia pun akan terus meroket hingga USD 133 miliar. Angka itu jauh di atas runner-up di ASEAN, yakni Thailand dengan ekonomi digital sebesar USD 50 miliar di tahun 2025.
"Kami melihat banyak potensi dalam ekonomi digital Indonesia. Populasi anak muda digital native yang sangat aktif menjadi faktor kunci dalam perkembangan ekonomi mereka," ujar Rohit Sipahimalani, Joint Head, Investment Group, Temasek di Google Indonesia, Jakarta, Senin (7/10/2019).
Pertumbuhan sektor ekonomi digital Indonesia ditopang oleh e-commerce yang dalam empat tahun tumbuh 12,3 kali lipat menjadi USD 21 miliar. Pada tahun 2025 pertumbuhannya bisa mencapai USD 82 miliar.
Pertumbuhan pesat juga ada di sektor ride-hailing yang pada tahun 2015 nilainya masih USD 900 juta tetapi tahun ini mencapai USD 6 miliar. Pada tahun 2025 diprediksi akan menjadi USD 18 miliar.
"E-commerce dan ride-hailing terutama memberikan daya yang kuat, ditambah dengan adanya kompetisi antara pemain Indonesia dan regional. Semua sektor juga mendapat untung dari tumbuhnya adopsi pembayaran digital," tulis laporan e-Conomy SEA 2019 yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company.
Pertumbuhan signifikan lain adalah online travel yang tumbuh dua kali lipat pada empat tahun terakhir menjadi USD 10 miliar. Online travel juga diprediksi tumbuh 2,5 kali lipat menjadi USD 25 miliar.
Online media di Indonesia juga akan makin kuat, yakni mencakup iklan digital, game, serta langganan musik dan video. Tahun ini online media tumbuh menjadi USD 10 miliar dan akan makin kuat menjadi USD 25 miliar pada tahun 2025.