Liputan6.com, Ras al-Ain - Serangan udara terbaru militer Turki di Suriah utara akhir pekan kemarin, menewaskan warga sipil dan konvoi jurnalis asing di kota perbatasan kedua negara di Ras al-Ain --kata kelompok pemantau dan pejabat Kurdi Suriah.
Ini merupakan bagian dari operasi militer Turki yang dilancarkan sejak 9 Oktober 2019, sebagai upaya Ankara untuk menggempur Suriah utara dan timur laut yang dikuasai kelompok Kurdi.
Negeri Ottoman berencana membentuk buffer zone (zona netral) di kawasan itu, yang kemudian akan menjadi permukiman bagi sekitar 3,5 juta pengungsi dari Suriah yang saat ini mengungsi di Turki.
Seputar serangan udara terbaru, Observatorium Hak Asasi Manusia Suriah melaporkan bahwa aksi tersebut menewaskan konvoi berjumlah sembilan orang, termasuk lima warga sipil.
Baca Juga
Advertisement
Sementara, laporan yang dihimpun koran Israel Haaretz menyebut, di antara korban tewas merupakan beberapa jurnalis asing, demikian seperti dikutip dari Fox News, Senin (14/10/2019).
Di sisi lain, seorang juru bicara pasukan Kurdi menyebut, jumlah korban tewas akibat serangan itu adalah 11 orang dan lebih dari 74 lainnya terluka. Belum jelas berapa banyak di antara mereka yang merupakan warga sipil.
Media Prancis France 24 melaporkan, setidaknya satu jurnalis juga termasuk di antara yang tewas, sementara dua wartawan Prancis juga terluka dalam serangan itu. Kebangsaan jurnalis yang dibunuh itu tidak segera dikonfirmasi.
Wartawan Prancis Stephanie Perez mengatakan di Twitter bahwa dia merupakan bagian konvoi dengan warga sipil Kurdi ketika serangan udara menghantam.
"Tim kami baik-baik saja tetapi beberapa rekan tewas," tulisnya dalam bahasa Prancis.
Hawar News mengonfirmasi bahwa salah satu jurnalis mereka tewas dalam serangan udara itu, sementara North Press Agency (NPA) yang bermarkas di Suriah melaporkan salah seorang jurnalisnya --yang bernama Delsoz Yousef-- termasuk di antara yang terluka.
Gambar serangan menunjukkan tubuh dan anggota badan terputus berserakan di jalan. Beberapa dari mereka yang terbunuh tampaknya membawa senjata. Aktivis mengatakan orang-orang bersenjata itu menjaga konvoi.
Per-Senin 14 Oktober, operasi militer Turki ke Suriah utara telah menyebabkan sekitar 500 orang tewas (sebagian besar milisi Kurdi yang diperangi Turki dan sejumlah non-kombatan), serta memicu lebih dari 100.000 warga sipil mengungsi dari kota-kota perbatasan di Suriah utara yang menjadi lokasi peperangan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Sekilas Perang Turki - Kurdi Suriah
Serangan darat dan udara Turki dimulai pada Rabu 9 Oktober 2019, atau terpaut tiga hari sejak Presiden Donald Trump mengumumkan menarik pasukan Amerika Serikat dari Suriah utara.
Pasukan AS telah bersekutu dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah milisi pimpinan mayoritas kelompok Kurdi; dan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG); dalam upaya bersama untuk menumpas ISIS dari wilayah itu, sejak kelompok teroris tersebut merajalela pada 2013 silam hingga kekalahan teritorial mereka tahun ini.
Pada periode tersebut, SDF telah memperluas kontrolnya di Suriah utara dan timur laut, memicu semakin terbelahnya negara beribukota Damaskus akibat perang saudara yang turut melibatkan Tentara Nasional Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad yang didukung Rusia dan Iran.
Keputusan Trump segera menuai kritik domestik dan internasional, menyebut langkah itu membahayakan stabilitas regional; meninggalkan sekutu AS, SDF, di tengah konflik terbuka dengan Turki (yang juga merupakan sekutu AS di NATO); dan mempertaruhkan kebangkitan ISIS.
Turki dan kelompok Kurdi telah lama berkonflik sejak 1978, dan mencapai episodik tensi terbaru pada 2015, yang dipicu oleh Perang Saudara Suriah; situasi konflik yang multidimensional (kehadiran ISIS, proksi, identitas, dll); hingga ekses dari kegagalan negosiasi damai antara kedua belah pihak sejak pada 2012.
Advertisement