Liputan6.com, Damaskus - Milisi Kurdi Suriah, awal pekan ini, mengklaim telah menyepakati koalisi dengan Tentara Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad, dalam upaya bersama untuk membendung operasi militer Turki di Suriah utara yang dimulai sejak 9 Oktober 2019.
Pemerintah Suriah belum memberikan komentar langsung.
Namun, hal itu dibenarkan, setidaknya oleh media pemerintah Suriah, yang melaporkan bahwa tentara Presiden Assad telah dikerahkan ke utara, demikian seperti dikutip dari BBC, Senin (14/10/2019).
Pengerahan Tentara Suriah akan membantu Syrian Democratic Forces (SDF), sebuah milisi pimpinan mayoritas kelompok Kurdi yang diperangi oleh Turki, "dalam melawan agresi, serta membebaskan daerah yang diinfiltrasi oleh tentara dan proksi bayaran Turki," kata sebuah pernyataan dari pihak SDF.
Baca Juga
Advertisement
Langkah itu juga "membuka jalan untuk membebaskan sisa kota-kota Suriah yang diduduki oleh tentara Turki seperti Afrin," tambahnya --merujuk pada upaya sukses pasukan Turki dan pemberontak Suriah yang pro-Ankara untuk memaksa milisi Kurdi keluar dari Afrin pada 2018 dalam sebuah operasi militer yang berlangsung selama dua bulan.
Kesepakatan koalisi terbaru merupakan perubahan signifikan dalam aliansi untuk Kurdi setelah kehilangan perlindungan militer dari sekutu mereka selama beberapa tahun terakhir; Tentara Amerika Serikat, yang ditarik oleh Presiden Donald Trump setelah mereka berperang bersama SDF untuk menumpas ISIS di Suriah utara dan timur laut.
Namun, kepala SDF Mazloum Abdi mengakui akan ada "kompromi yang menyakitkan" dengan pemerintah Presiden Assad dan sekutu Rusia-nya --kata Abdi dalam sebuah kolom untuk majalah Foreign Policy.
"Kami tidak percaya janji mereka. Sejujurnya, sulit untuk mengetahui siapa yang harus dipercaya," tulisnya.
"Tetapi jika kita harus memilih antara kompromi dan (mencegah) genosida rakyat kita, kita pasti akan memilih yang terbaik demi kehidupan rakyat kita."
Di sisi lain, Menteri Pertahanan AS Mark Esper memahami bahwa penarikan mundur pasukan Amerika dari wilayah Kurdi Suriah pasti akan memicu SDF untuk "mencari kesepakatan" dengan pemerintah Suriah dan Rusia demi melawan serangan Turki.
Per-hari Senin 14 Oktober, operasi militer Turki ke Suriah utara telah menyebabkan sekitar 500 orang tewas (sebagian besar milisi Kurdi, tentara Turki dan non-kombatan), serta memicu lebih dari 100.000 warga sipil mengungsi dari kota-kota perbatasan di Suriah utara yang menjadi lokasi peperangan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Capaian Militer Turki
Ketika semua itu berlangsung, Turki telah berhasil menyeruak semakin dalam ke wilayah Suriah utara sepanjang akhir pekan kemarin.
Pada Minggu 13 Oktober 2019, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa pasukannya telah menguasai 109 kilometer persegi wilayah Suriah utara, termasuk 21 desa.
Dia mengatakan kepada wartawan bahwa kota perbatasan utama Ras al-Ain berada di bawah kendali Turki - meskipun SDF mengatakan mereka telah mendorong pasukan Turki kembali ke pinggiran kota.
Erdogan mengatakan pasukan Turki juga telah mengepung kota Tal Abyad, sekitar 120 km.
Kelompok pemantau Suriah, Observatorium Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) mengatakan, Turki hampir sepenuhnya memegang kendali di Tal Abyad.
Baik Ras al-Ain dan Tal Abyad adalah tujuan utama dalam serangan Turki melawan SDF.
Turki juga mengumumkan bahwa sekutu-sekutu Suriahnya di darat telah mengambil jalan raya utama --yang disebut M4-- sekitar 30-35 km selatan perbatasan.
Advertisement
Sekilas Perang Turki - Kurdi
Serangan darat dan udara Turki dimulai pada Rabu 9 Oktober 2019, atau terpaut tiga hari sejak Presiden Donald Trump mengumumkan menarik pasukan Amerika Serikat dari Suriah utara.
Pasukan AS telah bersekutu dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah milisi pimpinan mayoritas kelompok Kurdi; dan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG); dalam upaya bersama untuk menumpas ISIS dari wilayah itu, sejak kelompok teroris tersebut merajalela pada 2013 silam hingga kekalahan teritorial mereka tahun ini.
Pada periode tersebut, SDF telah memperluas kontrolnya di Suriah utara dan timur laut, memicu semakin terbelahnya negara beribukota Damaskus akibat perang saudara yang turut melibatkan Tentara Nasional Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad yang didukung Rusia dan Iran.
Keputusan Trump segera menuai kritik domestik dan internasional, menyebut langkah itu membahayakan stabilitas regional; meninggalkan sekutu AS, SDF, di tengah konflik terbuka dengan Turki (yang juga merupakan sekutu AS di NATO); dan mempertaruhkan kebangkitan ISIS.
Turki dan kelompok Kurdi telah lama berkonflik sejak 1978, dan mencapai episodik tensi terbaru pada 2015, yang dipicu oleh Perang Saudara Suriah; situasi konflik yang multidimensional (kehadiran ISIS, proksi, identitas, dll); hingga ekses dari kegagalan negosiasi damai antara kedua belah pihak sejak pada 2012.