Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Interpol kembali gelar Regional Investigative and Analytical Case Meeting (RIACM) di Jakarta, Senin (14/10/2019).
Pada pertemuan kali ini, Menteri KKP Susi Pudjiastuti bersama dengan perwakilan Interpol berdiskusi seputar kasus ilegal fishing dan perkembangannya.
Advertisement
Susi berkata, forum ini sangat penting diadakan untuk membahas secara spesifik kasus-kasus kejahatan transnasional terencana (transnational organized crime).
"Forum ini sangat action oriented, bukan sekedar meeting, dimana semua aparat penegak hukum dan negara-negara terkait berkumpul untuk membahas perkembangan transnational organized crime, seperti illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing," ujarnya Susi Pudjiastuti saat konferensi pers di Gedung KKP, Senin (14/10/2019).
Ini adalah kedua kalinya KKP menggelar forum RIACM yang sebelumnya pernah diadakan pada Juli lalu, membahas kasus kapal pencuri STS-50.
Kali ini, forum membahas kasus STS-50 dan MV Nika secara bersamaan, karena pemiliknya diduga orang yang sama dan dengan rapi merencanakan kejahatan transnasional ke seluruh dunia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harapan Susi
Susi berharap, forum seperti ini selalu digelar dengan intensif dan agar pelakunya diberi hukuman yang setimpal di negara asal mereka.
"Kami harap pelaku bisa mendapat hukuman untuk efek jera agar tidak terjadi hal seperti ini lagi, dan agar Interpol bisa mengadakan forum seperti ini sesering mungkin," tuturnya.
Sebagai informasi, kapal FV STS-50 adalah kapal pencuri yang jadi buronan Interpol selama bertahun-tahun. Aksinya yang licin membuatnya selalu bisa kabur. Namun, nasib kapal ini berakhir di Indonesia dan telah ditetapkan sebagai terpidana, setelah menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Sabang, Provinsi Aceh tahun lalu.
Advertisement
Harapan Menteri Susi kepada Presiden Jokowi di Periode Kedua
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengharapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap mempertahankan Peraturan Presiden Nomor 44 tahun 2016 tentang bidang usaha tertutup dan terbuka di sektor penanaman modal.
Dalam beleid tersebut, penangkapan ikan merupakan bidang usaha tertutup terhadap penanaman modal atau investasi asing.
Regulasi tersebut, kata Menteri Susi, harus dipertahankan. Sebab penting dalam upaya menjaga sumber daya alam laut milik rakyat Indonesia.
"Saya berdoa Pak Presiden tidak akan pernah revisi Perpres 44, karena itu komitmen beliau jaga sumber daya alam laut hanya untuk bangsa Indonesia," kata dia, di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, Rabu (9/10).
Menteri Susimenegaskan Perpres tersebut tidak berarti Indonesia bersikap tertutup terhadap investor asing. Pemodal asing tetap diizinkan masuk. Hanya memang bukan di sektor perikanan tangkap.
"Untuk prosesing, lain-lain, 100 persen sekarang (investor asing) boleh. Bikin pabrik perikanan 100 persen saham asing boleh. Itu keterbukaan kita," tegas dia.
Sebagai komoditas terbesar nomor dua yang diperdagangkan di dunia setelah minyak dan gas bumi (migas), sumber daya perikanan dan kelautan Indonesia harus dilindungi. Dengan demikian, Indonesia sebagai negara maritim harus memaksimalkan peluang tersebut.
"Komoditas nomor dua di dunia yang paling banyak diperdagangkan setelah migas, ya ikan. Barangkali kita ini baru tahu," terangnya.
Selain itu, Indonesia telah bergabung dalam Forum Friends of Ocean Action. Tujuan forum ini sejalan dengan The Sustainable Development Goals (SDGs) ke 14, yaitu melestarikan dan menggunakan sumber daya laut secara berkelanjutan. Salah satunya menciptakan Samudera Pasifik bebas IUU Fishing pada tahun 2020.
Menghadapi ini, kata dia, para penangkap ikan ilegal tentu berusaha menggunakan cara 'legal' untuk masuk Indonesia. Salah satu modus yang kerap dilakukan di negara lain yakni dengan membeli perusahaan dalam negeri.
"Sekarang kita ditekan dengan 2020 bilang tak boleh ada illegal fishing. Nah sekarang pelaku-pelaku illegal fishing cari rumah, dengan segala cara. Mereka juga berusaha dengan segala cara masuk ke Indonesia," tandasnya.