Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melibatkan sejumlah pihak mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, kejaksaan dan Komisi Yudisial untuk mengembalikan aset Surabaya. Adapun Pemkot Surabaya menggandeng KPK sebagai upaya mengembalikan aset-aset daerah yang terancam dikuasai oleh pihak ketiga.
"Kita juga ada koordinasi rutin pengamanan (aset) yang berat-berat itu, seperti Jalan Pemuda 17, Taman Remaja, SDN 1 Ketabang, Pasar Turi dan lainnya. Untuk itu kita minta bantuan KPK," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) seusai menggelar audiensi bersama Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di ruang kerjanya, Senin (14/10/2019) dilansir Antara.
Baca Juga
Advertisement
Dia menuturkan, pihaknya akan terus gencar berupaya mengembalikan aset-aset yang terancam dikuasai pihak ketiga. Bahkan, setiap proses persidangan di pengadilan pihaknya juga membuat laporan kepada KPK dengan tujuan supaya dibantu dalam pengawasan proses jalannya sidang tersebut.
Hasilnya, lanjut dia, sejak 2016-2019, satu persatu aset Pemkot Surabaya berhasil direbut. Beberapa aset yang nilainya cukup besar dan sudah berhasil kembali ke tangan pemkot adalah Gedung Gelora Pancasila di Jalan Indra Giri, Kolam Renang Brantas di Jalan Irian Barat, Jalan Kenari dan aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Aset Pemkot Surabaya yang Bakal Dibantu KPK
Sedangkan, aset Pemkot Surabaya yang akan dibantu oleh KPK terdapat di empat lokasi yakni pertama di Jalan Pemuda No. 17 Surabaya yang luasannya 3.713 meter persegi, dengan nilai Rp 11,51 miliar.
Kedua, aset tanah dan bangunan di SDN Ketabang I/288 Surabaya (hasil penggabungan SDN Ketabang I dan II) yang terletak di Jalan Ambengan 29 Surabaya, yang terdiri dari tanah seluas 2.464 meter persegi, senilai Rp 12,32 miliar dan bangunan senilai Rp 852,50 juta.
Ketiga, aset tanah di Jalan Kusuma Bangsa No. 114 Surabaya, yang dahulu digunakan untuk Taman Remaja Surabaya, seluas 17.080 meter persegi, dengan nilai Rp 139,11 miliar. Sedangkan keempat, aset tanah di Jalan Pasar Turi Kelurahan Jepara, Kecamatan Bubutan, seluas 27.519 meter persegi yang digunakan dalam Kerjasama Bangun Guna Serah pembangunan Pasar Turi, dengan nilai Rp 76,47 miliar.
Selain meminta bantuan ke KPK, lanjut Risma, pihaknya juga mengirim surat ke beberapa instansi terkait salah satunya adalah Komisi Yudisial. Hal ini untuk memastikan supaya proses persidangan itu bisa berjalan lancar, netral dan tidak merugikan semua pihak.
"Saya selalu buat surat kemana-mana ketika persidangan, bukan hanya KPK untuk bantu pengawasan tadi," kata dia.
Kendati demikian, Wali Kota Risma berharap, dengan dilibatkannya KPK, kepolisian, kejaksaan dan Komisi Yudisial dalam upaya pengembalian aset itu, hasilnya bisa sesuai dengan yang diharapkan. "Harapan saya ini (aset) bisa kembali, karena ini aset warga Surabaya," ujarnya.
Advertisement
KPK Coba Cari Solusi
Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan, permasalahan aset yang dimiliki Pemkot Surabaya ini bermacam-macam. Untuk itu, lanjut dia, pihaknya memastikan akan coba menyelesaikan dengan solusi yang terbaik untuk semua pihak. Namun, kata dia, yang terpenting adalah bagaimana seluruh aset yang dimiliki Pemkot Surabaya bisa terdata dan tersertifikasi.
"Jadi pembenahan aset ini misalnya semua tanah-tanah supaya dibuatkan sertifikasinya, kita juga kerja sama dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional)," kata Basaria.
Ia menilai, saat ini permasalahan aset yang dimiliki Pemkot Surabaya telah ditangani oleh berbagai pihak, mulai kepolisian hingga kejaksaan. Namun demikian, ia memastikan bahwa upaya pembenahan aset yang dilakukan KPK itu tidak hanya di Surabaya, tapi di seluruh pemerintah daerah.
"Kita dalam rangka pembenahan aset ini bukan hanya di sini (Surabaya) saja. Tapi di seluruh pemerintah daerah," kata dia.
Namun, kata dia, apabila dalam proses pembenahan aset itu terjadi sengketa, pihaknya memastikan akan mencarikan solusi terbaik agar proses persidangan itu berjalan netral dan tidak merugikan kedua pihak. Bahkan, ia juga memastikan akan mengawal proses hukum tersebut, baik itu di tingkat kepolisian, kejaksaan, dan BPN.
"Termasuk mengawal proses hukum. Jadi tim Koordinator Supervisi (KPK) kita datang ke kejaksaan, polisi, dan pihak pertanahan BPN," ujar dia.