JK Tak Sepakat Amandemen UUD 1945 Dilakukan Menyeluruh

JK menyebut, ada konsekuensi yang harus diterima jika kembali menghidupkan GBHN kembali dalam amendemen UUD 1945.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Okt 2019, 19:09 WIB
Wakil Presiden Republik Indonesia, Muhammad Jusuf Kalla. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak, amandemen UUD 1945 jika dilakukan secara menyeluruh. Pria yang akrab disapa JK ini berpendapat, jika memang amandemen dilakukan, sebaiknya terbatas untuk mengembalikan wewenang MPR untuk menyusun Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Iya sangat terbatas," kata JK di Kampus UIII, Depok, Jawa Barat, Selasa (15/10/2019).

JK menjelaskan bahwa amandemen UUD 1945 terakhir dilakukan pada 2002. Pemerintah sudah menampung masukan kala itu. Sehingga ia berpendapat, tidak perlu ada amandemen menyeluruh untuk UUD 1945.

JK menyebut, ada konsekuensi yang harus diterima jika kembali menghidupkan GBHN kembali dalam amendemen UUD 1945. Menurutnya, tak perlu ada lagi visi misi dari presiden jika GBHN itu kembali dihidupkan.

Terpenting, kata JK, amandemen UUD 1945 punya tujuan yang baik dan tidak merugikan masyarakat.

"Yang (penting) tentu ada dulu kesepakatan awal," ungkap JK.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Tidak Dalam Waktu Dekat

Ketua MPR Bambang Soesatyo (tengah) memberi keterangan pers usai memimpin rapat pimpinan di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (14/10/2019). Pelantikan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 digelar pada 20 Oktober 2019 pukul 14.30 WIB. (Liputan6.com/JohanTallo)

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo menyebut, amandemen UUD 1945 terkait GBHN tidak dilakukan dalam waktu dekat. Saat ini, MPR masih ingin menyerap aspirasi masyarakat.

"Kami menyerap aspirasi, keinginan sekelompok masyarakat yang ingin amandemen UUD 1945 dan menghadirkan kembali GBHN. Kami juga menyerap aspirasi masyarakat lain yang tidak ingin adanya amandemen, karena yang ini sudah bagus," kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu 9 Oktober 2019.

Bamsoet menjelaskan, pada tahun pertama masa jabatan MPR 2019-2024, pihaknya masih akan menyerap aspirasi masyarakat terkait amandemen UUD 1945. Sementara pada tahun kedua, MPR akan menyimpulkan apa yang perlu diamandemen.

"Barangkali yang paling baik setahun, tahun ini kita ingin membuka diri, mendengar seluruh masukan masyarakat, semua lapisan. Nanti baru tahun kedua kita mencari titik temu mana-mana yang memang dibutuhkan oleh negara ini," jelasnya.

Rencananya pada tahun ketiga masa jabatan 2019-2024, MPR akan memutuskan apakah amandemen UUD 1945 diperlukan atau tidak.

"Tahun ketiga baru kita kemungkinan akan memutuskan mana yang memang dibutuhkan oleh bangsa. Jadi saya pastikan bahwa kami di MPR tak grasa-grusu dan kami akan cermat dalam mengambil keputusan yang menyangkut masa depan bangsa," katanya.

 

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya