Larangan Demo Saat Pelantikan Jokowi Dianggap Sudah Tepat

Ada kekhawatiran, demonstrasi pada saat pelantikan presiden rawan ditunggangi penumpang gelap.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 15 Okt 2019, 21:06 WIB
Massa mahasiswa memblokade Tol Dalam Kota saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR/ MPR RI, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Unjuk rasa menuntut penolakan atas pengesahan sejumlah RUU kontroversial tersebut diwarnai aksi bakar sejumlah kardus di tol dalam kota. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Polri telah memberikan imbauan terkait larangan demonstrasi jelang dan saat pelantikan presiden terpilih Jokowi pada 20 Oktober 2019 nanti.

Terkait hal itu, Ketua Umum Indonesia White and Blue Collar Crime Institute, Bambang Saputra menilai, langkah Polri yang melarang demonstrasi saat pelantikan presiden dan wakil presiden sudah tepat.

"Saya sangat menyambut baik dan memberi apresiasi kepada Polri khususnya Polda Metro Jaya yang telah mengambil langkah cepat dan tepat, yaitu mengeluarkan diskresi tidak memberi izin aksi demonstrasi," tutur Bambang melalui keterangan tertulisny di Jakarta, Selasa (15/10/2019).

Menurut Bambang, keputusan itu sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Ia khawatir, demonstrasi pada saat pelantikan presiden rawan ditunggangi penumpang gelap.

"Harus waspada jangan sampai ditunggangi oleh penumpang gelap yang memancing keributan menjadi anarkis sehingga Ibu Kota tidak lagi kondusif dan aman ketika pelantikan presiden dan wakil presiden berlangsung," jelas dia.

Lebih lanjut, pihak kepolisian sudah semestinya menindak tegas kelompok yang nekat menggelar aksi demonstrasi.

"Saya mendukung Polri sepenuhnya untuk tidak segan-segan bertindak tegas kepada penumpang gelap yang ingin membuat suasana ibukota tidak kondusif dan anarkis," ucap Bambang.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Dilarang Demo Saat Pelantikan Presiden

Massa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan salat magrib disela unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (1/10/2019). Di sela-sela agenda pelantikan anggota baru DPR RI 2019-2024, gelombang mahasiswa kembali menggelar demo. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Pangdam Jaya, Mayjen TNI Eko Margiyono menyatakan, mulai 15 Oktober 2019 hingga pelantikan presiden pada 20 Oktober 2019 nanti, pemberitahuan demo mahasiswa ataupun masyarakat tidak akan diproses. Larangan demo akan berlaku untuk sekitar gedung MPR/DPR di Senayan, Jakarta.

"Sesuai dengan instruksi kepada pihak kapolda dan Kodam Jaya untuk tanggal 20 Oktober, pemberitahuan adanya unjuk rasa tidak akan diproses. Sehingga kalaupun ada unjuk rasa itu bahasanya tidak resmi atau ilegal. Karena itu kita sudah menyiapkan paramater di sekitar DRP/MPR," kata Mayjen TNI Eko di Kompleks Parlemen, Senayan pada Senin (14/10/2019).

Pandam Jaya sebagai pimpinan sektor keamanan pelantikan dan akan memberlakukan Protap Waskita (pengamanan presiden). Nantinya pengamanan itu akan dibantu oleh Polda Metro Jaya dan Mabes Polri.

"Kaitanya dengan clearance, kami sudah buat pengamanan seperti halnya menghadapi unjuk rasa beberapa waktu lalu. Jadi tidak ada yang spesifik. Kami hanya mengimbau pengunjuk rasa tidak ada yang mendekati gedung DPR/MPR," ucap Eko.

Ia menghimbau, agar rangkaian acara pelantikan presiden dapat dijalankan secara khidmat tanpa adanya demo di sekitar kompleks parlemen.

"Mari kita saksikan pelantikan presiden dan wapres terpilih secara khidmat. Mari tunjukan Indonesia sebagai bangsa beradab dan ramah. Apapun perbedaan kita, mari singkirkan, inilah gong hasil pemilu lalu," tambah Eko.

Sementara Kapolda Metro Jaya, Irjen Gatot Eddy Pramono mengatakan, larangan unjuk rasa adalah diskresi khusus polisi pada 15-20 Oktober saja. Setelah 20 Oktober, maka unjuk rasa di DPR bisa kembali dilakukan.

"Setelah tanggal 20 kan aspirasi seseorang boleh disampaikam seperti itu ya. Ini sampai tanggal 20 kita bicaranya, ini diskresi kita. Diskresi kepolisian," ucapnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya